99judiqq
Masa muda masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak peduli
- Darah muda
Pernah dengar penggalan lagu ini? Lagu berjudul "Darah Muda" ciptaan Rhoma Irama, juga difilmkan dengan judul yang sama, diproduksi pada tahun 1977.
Diperankan oleh Rhoma irama dan Yati Octavia.
Hayuk, yang kenal silahkan sesaat bernostalgia.
Aku tak menulis tentang filmnya.
Namun tentang objek sekaligus subjek dari lagu itu.
Masa muda dan darah muda.
Jika berpijak pada beberapa acuan tata aturan, atau batasan anggota organisasi kepemudaan.
Rentang usia mereka mulai 16-17 tahun hingga 40 tahun.
Kukira, darah muda itu bisa dimaknai sebagai sebutan untuk anak muda, remaja, generasi muda, atau pemuda.
Kutulis saja "Kaum Muda", ya?
- Stigma dan Fenomena Kids Jaman Now
Istilah kids jaman now semakin sering diperbincangkan.
Sikap perilaku dan penampilan acapkali menjadi sorotan.
Konotasi negatifnya kemudian dikenal dengan ungkapan kelakuan anak jaman sekarang.
Perilaku yang unik, berbeda, bahkan melawan arus (anti mainstream?), terkadang membuat para orangtua (Kaum Tua?) merasa takjub, heran, tertawa hingga geleng-geleng kepala.
Berbagai cap negatif kerap diajukan.
Mulai dari buta sejarah, diperbudak gawai dan game online, berbicara tak pantas, kurang sopan santun kepada orangtua, rentan pergaulan bebas dan narkoba, hingga tawuran tanpa alasan yang jelas, semata atas nama solidaritas pertemanan.
Kenapa jelek semua? Tak adakah perilaku positif atau prestasi kids jaman now? Kukira, banyak! Namun yang membanjiri media cetak dan elektronik juga media sosial acapkali fenomena buruk, tah?
- Kaum Muda versus Media Sosial
Sekarang ini, Kaum Muda terlibat pertarungan sengit, tak hanya pada tataran nilai, norma serta pengetahuan.
Namun juga tentang status dan peran mereka di lingkungan sosial.
Apalagi setelah hadirnya Internet.
Penetrasi internet secara pelan namun pasti juga mempengaruhi Kaum Muda.
Menjamurnya penggunaan beragam gawai, bermacam media sosial dan indikasi hadirnya penyakit Nomophobia (no mobile phone phobia), membuktikan itu.
Internet menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Kedekatan itu melahirkan istilah "kaum rebahan".
Untuk menjelaskan aktivitas yang dilakukan kaum muda dalam mengisi waktu luang.
Ungkapan ini, bisa bermakna positif namun bisa juga negatif, kan?
Positifnya, era digital banyak memberi keuntungan dalam kehidupan manusia, bukan hanya pemasalahan komunikasi, namun juga akses yang luas hingga antar individu bisa terhubung tanpa sekat ruang dan waktu.
Di sisi lain, Kaum Muda bisa terjebak pada budaya instan walau memiliki respon dan kepekaan yang tinggi, sering beriteraksi dengan identitas berbeda bahkan anonim sehingga bisa berkomunikasi tanpa ikatan nilai dan norma.
Terkadang tanpa sadar menjadi pelanggar hak cipta atau privasi seseorang.
Bahkan, Perkawinan kaum muda dan media sosial, dapat menjadi gerakan sosial baru yang mampu menjadi menekan atau mengubah keputusan pemerintah.
Dahsyat, kan?
3 Perspektif Kaum Muda
Dalam jurnal "Kebangkitan Kaum Muda dan Media Baru", Derajad S.
Widhyharto menuliskan.
Bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat global maupun di Indonesia, pasti melibatkan kaum muda sebagai pelaku utama.
Ada 3 cara memandang Kaum Muda.
- Pertama. Kaum muda sebagai generasi.
Ada ungkapan "setiap jaman ada orangnya dan setiap orang ada jamannya".
Semisal masa kolonial dulu, Kaum Muda adalah sebutan untuk orang-orang pergerakan (agama atau politik).
Berbeda lagi dengan sebutan kaum muda era reformasi yang menghentikan sejarah orde baru.
- Kedua. Kaum muda sebagai transisi.
Posisi kaum muda berada "di tengah" antara kanak-kanak dan orangtua.
Yang menciptakan tekanan secara fisik dan psikis, dan memaksa mereka harus "lebih baik" dari generasi sebelumnya.
Akhirnya, kaum muda mengikuti "jalur sutra" yang digariskan oleh orang yang lebih tua.
Terkadang menjadi serba susah atau serba salah.
- Ketiga. Kaum muda sebagai pencipta dan konsumen budaya.
Arus dan budaya luar (globalisasi) mendorong kaum muda menciptakan sekaligus menjadi konsumen dari budaya itu sendiri.
Kemudian melahirkan "budaya baru" di masyarakat.
Bisa dimaknai sebagai adaptasi dengan budaya luar atau sebagai tameng menghadapi arus deras globalisasi.
Semisal maraknya musik indie,disko remix atau koplo lagu-lagu daerah.
Tiga perspektif itu adalah dinamika yang musti dilalui Kaum Muda untuk merespon isu-isu perubahan yang pasti terjadi.
Jika keliru merespon? Muaranya seperti fenomena yang telah ditulis di atas.
Sebagai gaya hidup baru atau budaya baru direkatkan pada kaum muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar