99judiqq
99judiqq - Beberapa minggu yang lalu ketika saya bertemu dengan seorang teman dia menceritakan bagaimana reaksi masyarakat di beberapa desa didaerahnya terhadap ancaman coronavirus.
Dia mengisahkan, ada beberapa kepala keluarga yang memilih 'mengasingkan diri' ke kebun supaya tidak terjangkit Covid-19.
Ada pun alasan lain yang memotivasi mereka untuk tinggal di kebun lantaran tidak ingin bertemu dan atau bersura dengan warga lain yang baru pulang dari tempat rantauan.
Mendengar kisah itu saya hanya tersenyum sipu.
Huru-hara kebangetan itu.
Wong untuk sementara ini Manggarai Raya (Barat, Tengah dan Timur) masih nol kasus covid-19 kok".
Reaksi spontan saya kepada cerita sang teman.
Tak berhenti disitu, beberapa hari yang lalu sejarah dramatis akibat isu coronavirus di tempat teman saya ini 'keciduk' dan diberitakan oleh media.
Dalam berita yang diturunkan disebutkan secara rinci lokasi beserta alasan yang melatar belakangi dan atau memotivasi beberapa kepala keluarga ini tinggal dikebun agar terhindar dari coronavirus.
Informasi yang dimuat amat runut. Berbeda dengan penjelasan seorang teman yang saya dapati secara sepotong-sepotong.
Awalnya saya mengurungkan niat untuk menulis, lantaran takut menyebar hoaks dan mengarang-ngarang cerita.
Lebih lanjut, dijelaskan dalam berita tersebut, sekurangnya terdapat 80 kepala keluarga dikampung Lopa, Desa Gololeda dan beberapa warga lain dari Desa Mbengan yang masing-masing berada direksa Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai timur yang memilih tinggal dikebun untuk menghindari terjangkit virus corona.
Warga disana mulai mengungsi sejak awal Maret.
Pada tanggal 24-25 Maret, warga yang tinggal di kebun jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Ada yang hingga saat ini tinggal dipondok-pondok di kebun sambil menjaga tanaman dikebun.
Warga sangat takut virus corona.
Walaupun pemerintah desa bersama tim medis melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan corona, namun warga tetap menghindar ke pondok-pondok dikebun untuk melindungi diri bersama keluarga.
Tinggal di Kebun, Sebuah Solusi (?)
Rasa takut akibat isu coronavirus ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kota, tetapi juga menjadi ketakutan orang-orang desa.
Memang tak bisa terelakkan bahwa semua orang sekarang ini berupaya sekuat tenaga agar dirinya tetap hidup dan terhindar dari lingkaran setan pandemi Covid-19.
Bahkan sampai rela meninggalkan kampung dan tinggal dikebun.
Saya melihatnya sebagai upaya untuk melawan.
Lebih tepatnya melawan rasa takut.
Meski terkesan sedikit berlebihan dan atau kebangetan.
Mungkin mereka sedemikian memproyeksikan bahwa wabah coronavirus itu ada didepan mata mereka, di kampung mereka tinggal.
Pikiran itu sedemikian merasuk rasionalitas keyakinan mereka.
Buktinya, mereka tetap bersi kukuh untuk membawa segenap keluarga tinggal dikebun, meski sebelumnya sudah mendengar himbauan dan atau sosialisasi dari pemerintah hingga tim medis ihwal bagaimana mencegah covid-19.
Intinya bahwa, mungkin dengan pilihan itu mereka lebih santai menjalani hidup dan kesehariannya.
Hanya saja setiap pilihan tetap memiliki risiko.
Dan yang paling ditakuti bila mereka berlama-lama tinggal di pondok kebun ialah sewaktu-waktu bisa diserang binatang buas hingga menderita virus demam berdarah.
Mengingat konstruktif pondok direksa wilayah Manggarai Raya kebanyakan dibangun ala kadar dan atau swadaya.
Apa lagi bila tidur tanpa berkelambu. Sangat rentan digigit nyamuk aedes aegypti.
Untuk saat ini memang pemerintah setempat sangat dilematis menyiasati kepanikan ditengah masyarakat akibat coronavirus.
Tapi saya yakin, perlu disosialisasikan secara berulang-ulang agar masyarakat tahu dan paham mencegah covid-19 tanpa harus mengasikan diri ke kebun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar