hidup sehat di gemari tapi enggan di jalani

Sehat dan Hemat, Disukai tapi Enggan Dijalani
99judiqq

99judiqq - Kalau dipikir-pikir, semua hal yang kita terima (sebenarnya) adalah hasil dari keputusan kita sendiri.
Dampak yang sekarang kita nikmati, sejatinya buah dari penerapan gaya hidup selama ini.
Ibarat sebuah sebab akibat, keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Dan dalam jangka panjang, kebiasaan yang diulang-ulang akan membentuk mindset.
Namanya juga sudah menjadi adat kebiasaan, maka pada saat menjalankan sama sekali tidak ada beban atau perasaan terpaksa.

Kerap kali otak akan bekerja otomatis, ketika dihadapkan pada satu keadaan.
Ibarat sekali dayung dua tiga pula terlampaui, maka perilaku atau kebiasaan hidup-pun juga berlaku demikian.

Ya, otak akan menuntut dirinya mengatur strategi, bagaimana agar kebiasaan itu tetap bisa dijalankan kapan pun dan di mana pun.

Yang suka membaca, kemana pergi tak ketinggalan dengan tentengan buku di tangannya.
Saya punya teman kutu buku, ketika berkumpul teman ini tetap dengan adatnya.

Dari awal (sengaja) memilih duduk di pojok, tunduk menekuri halaman demi halaman buku.
Ketika cahaya ruangan agak temaram, teman ini tak kehabisan akal segera dinyalakan layar handphone.

Ada teman lain yang gemar makan, tergambar dari bentuk badan yang gempal dan berisi.
Kalau ada acara memilih kursi di dekat meja prasmanan, begitu tiba waktunya makan bisa mengambil barisan paling depan.

Begitu seterusnya dan seterusnya, alam bawah sadar kita bekerja sesuai dengan kebiasaan.
Dan namanya sudah kebiasaan, keputusan yang diambil secara reflek dan bekerja otomatis.

Udah makan ya makan saja, nggak usah kelamaan dipikir, kayak orang susah saja.
Kalimat seperti ini, kerap menggoyahkan pertahanan.
Kadang dari bercandaan seperti ini, membuat niat kuat itu runtuh seketika.

Jujur, saya juga bukan tipe orang yang bersetia dengan kebiasaan baik.
Jatuh dan bangkit saya alami, demi menerapkan kebiasaan sehat agar tak mengulangi sakit pernah dialami.
Sejauh ini saya tak lelah memaksakan diri, untuk olahraga serta memilih dan memilah asupan.

Pernah menjelang siang, saya berjalan terburu-buru menyusuri raya tebet menuju lokasi sebuah acara produk kesehatan.
Sehari sebelumnya search di google map, jarak dari stasiun tebet ke lokasi sekira satu setengah kilometer.
Oke, saya putuskan berjalan kaki.

Pada hari itu, saya berangkat dengan memakai kaos tipis dirangkap jaket bahan semi plastik (yang biasa dipakai jogging).
Begitu turun di peron commuterline Stasiun tujuan, langsung berjalan kaki dan untuk sekalian membakar kalori jalan kaki dibuat seolah terburu-buru.

Setiba tempat tujuan, keringat mengucur deras membuat baju basah kuyub. Karena sudah diniati, maka tak lupa siap dengan baju ganti.
Tidak lucu kan, kalau ke acara baju yang dipakai basah oleh keringat.

Pada pekan lalu saat ada acara di Pulau Dewata, hari terakhir penyelenggaraan bertepatan dengan hari jumat.
Sementara jadwal penerbangan sore, artinya saya punya keleluasaan waktu.
Jarak antara hotel ke Bandara tidak sampai dua kilometer.
Oke, saya jalan kaki.
Pertimbangan saya kala itu, memanfaatkan waktu untuk olahraga sekalian mencari masjid untuk sholat jumat.
Dengan ransel besar dipunggung, kaki dan badan punya tugas memanggung beban yang lebih berat.
Lagi-lagi karena sudah kebiasaan, maka saya tidak berat hati melakukannya. 

Untuk hal ini (kebiasaan baik) bukan berarti tanpa halangan, selain bisikan "setan" di dalam diri sendiri yang mengajak malas jalan.
Kadang teman yang akrab, dengan entengnya tak segan nyeletuk.

Tapi lagi-lagi, seberapa kekuatan komitmen kita, justru ditentukan pada saat genting seperti ini.
kalau teguh dengan pendirian, maka hasil baik akan dirasakan sendiri.

Kalau mau berhitung, menerapkan gaya hidup sehat tenyata erat kaitannya dengan dampak hemat yang (mau tidak mau) bisa dirasakan.
Dari stasiun atau hotel (mengacu dua contoh kasus di atas), kalau dengan ojol maka ada biaya tambahan dikeluarkan.

Tetapi dengan memilih berjalan kaki, maka lumayan bisa berhemat pengeluaran (misalnya) sepuluh ribu rupiah.
Itu baru sekali jalan kaki, bagaimana kalau sepuluh kali jalan kaki dalam seminggu.
Kemudian kalau dalam sebulan, (misalnya) tiga puluh kali jalan kaki.
Maka dampak hemat dirasakan, juga akan lebih terasa.

Persis seperti disampaikan Dipa Andhika, seorang Financial Planer, bahwa dari hal-hal kecil yang dilakukan berulang-ulang kalau ditotal jumlahnya akan besar juga.
Kebiasaan kecil yang diulang-ulang, berlaku untuk pengeluaran maupun penghematan.
Pernah saya tuliskan di Kompasiana, di artikel berjudul Waspadai dalam Pengelolaan Keuangan Keluarga.

Masih ada lagi, dampak tak kasat mata atas gaya hidup sehat dan hemat yaitu kesehatan.
Saya mengalami sendiri, dulu punya jadwal rutin kerokan dua minggu sekali, biasa minum obat masuk angin, minum obat pusing dan periksa dokter.

Dengan membiasakan diri jalan kaki, hal-lama lama itu mulai sangat jarang saya lakukan.
Dalam tiga bulan belum tentu saya minta dikerok, stock obat masuk angin atau obat pusing sangat jarang disentuh.
Sehat dan hemat, seperti dua sisi uang logam, masing masing sisi saling melengkapi.
Saya yakin semua orang mau merasakan benefitnya, tetapi tidak semua orang tahan menjalaninya.

Udah makan ya makan saja, nggak usah kelamaan dipikir, kayak orang susah saja kalau kita tidak tunduk dengan candaan seperti ini, niscaya tidak akan tunduk dengan candaan sejenisnya.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru