Rindu kampung di tanah perantauan

Rindu Kampung di Tanah Perantauan
99judiqq

99judiqq - Pernah terbesit di benakku untuk kembali ke kampung halaman, setelah lama menyambangi rimba raya alam perantauan.
Aku terketuk ingin menghabiskan waktu bersama orang tua dan keluarga.
Tapi aku harus terpaksa menanggalkan gelar, memupus impian yang telah lama terpilihara.
Dan paling miris aku akan dicap 'gagal' oleh keluarga.

Bagi perantau di kampungku adalah mereka-mereka yang berani mendaki jalan terjal, melewati krikil penuh duri, siap segala resiko menghampiri, bahkan harus memendam rasa rindu terhadap mereka yang ditinggalkan.


Jika semua itu telah terlewati, di ujung perjuangan ia akan mengibarkan bendera kemenangan.
Jika ia telah sukses, maka orang-orang akan menyabutnya bak pahlawan yang pulang di medan perang. Semua senang.


Semua orang akan merasa berjasa atas kesuksesannya.
Mereka-mereka mendekat, sembari membuka cerita-cerita dalam lipatan masa lalu sembari mengharapkan imbalan.

Namun, aku belum sampai pada fase itu. Membuat senyum orang tuaku saja belum bisa.
Aku menjadi pengelana, yang tak tahu entah kapan harus berhenti.
Menelusuri ruang-ruang hampa di tanah perantauan, sambil menjaga asa untuk bisa seperti pendahulu dari kampung halaman yang sukses di perantauan.

Dalam pandangan orang kampung, mereka yang sukses diparantauan telah memberikan kebanggan bagi kampung halaman.
Hamdan Zoelva misalnya, ketika kasus pemilu terjadi, maka orang di kampungnya di Parado Bima, merasa bangga.
Bahwa ada putra daerah yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, memiliki kewenangan ditangannya untuk menentukan siapa yang akan memimpin bangsa selama lima tahun kemudian.

Kembali ke kampung, tentunya aku kembali bergumul dengan kubangan sawah di musim tanam, melepas layang-layang ketika paren tiba, mengambil kerang jika air laut surut dan sesekali masuk hutan untuk mengambil kayu bakar di musim kemarau.
Kembali menjadi orang 'biasa', dan tak akan dianggap menjadi sesuatu yang luar biasa.

Jejak masa kecil itu, tersimpan rapi di ingatanku.
Setelah memutuskan merantau sejak 2006 silam, hal itu hampir tidak pernah aku lakukan  lagi.
Keadaan kampung hanya didapat dari cerita ibuku, jika sewaktu-waktu menghubungiku lewat via telpon.
Kalaupun aku pulang kampung, tidak banyak hal yang bisa aku kerjakan, selain karena waktunya singkat juga karena aktifitas lain yang menyumbatnya.

Aku menyadari untuk mencapai kekesuksesan, tentu butuh perjuangan.
Perjuangan tanpa henti, tanpa mengenal kata lelah, dan siap harus berpeluh keringat, menyedot semangat kala terjatuh dan menjadi penyabar tingkat dewa kala diremehkan.
Namun, seperti kata Napoleon Bonaparte, seorang jenderal ternama prancis yang hampir menguasai daratan benua biru "tidak ada yang mudah, tapi tak ada yang tak mungkin".

Di sini, di tanah perantauan aku masih menjaga asa, berusaha merawat impian yang dulu pernah aku wartakan kepada kedua orang tuaku.
Bahwa kelak aku akan menjadi orang hebat dan sukses diperantauan.
Restunya meyakinkanku, doanya laksana oase di padang pasir nan kering.
Ibuku menjadi alasan kenapa aku terus berjuang, walaupun aku tak pernah tahu kapan impian itu terwujud menjadi kepingan kenyataan.

Rasa rindu yang terpendam, menggoyahkanku untuk bertahan.
Dan ketika aku jatuh sakit, aku mulai merenungi kembali perjuangan ini, karena satu-satunya yang paling mengerti ketika aku punya masalah termasuk sakit seperti ini adalah ibuku.

Namun, beberapa kali hal ini kuutarakan ke ibuku, ia selalu membandingkan pekerjaanku dengan teman-temanku, baik dari sisi jabatan dalam pekerjaan maupun penghasilan.
Kalau kamu di kampung tak ada yang menghargaimu, dan gaji mereka di sini yang menjadi guru tidaklah seberapa,  Ujarnya.
Ia mencoba menguatkanku untuk tetap bertahan.
Bertahan dari semua yang menimpa, karena menurutnya dibalik kesulitan akan menuai kemudahan.

Mungkin saja ini merupakan isyarat bahwa perjuangan tidak  boleh setengah hati.
Seperti pepatah China, seribu langkah ke depan, ditentukan oleh satu langkah pertama".

Ibuku memang tidak pernah menimba ilmu seperti diriku.
Tidak pernah mengeyam dunia pendidikan, karena sejak kecil selalu membantu orang tuanya, sehingga tidak punya waktu menenteng tas ke sekolah.
Namun, bagiku, ibuku, adalah seorang motivasi ulung.
Ia selalu tampil di depan jika kami anak-anaknya di timpa suatu masalah. Lalu, memberikan pencerahan, memotivasi serta menguatkan.

Memang jalan kedepan hanya bisa diterka, diraba, sebab tak ada yang bisa memastikan  apa yang akan terjadi.
Saat ini yang bisa di lakukan adalah terus berusaha dan melajukan diri bersama waktu.
Mencoba membumikan ajaran langit, agar mendapatkan kemudahan dalam setiap gerak langkah.

Semua akan berubah, tak ada yang tetap, setiap gerak waktu akan ada moment indah.
Kalau hari ini terpuruk, tersudut serta terjepit akan sebuah urusan, maka bersabarlah, semua akan indah pada waktunya.

Mencoba untuk tersenyum, melapang hati, memaknai setiap kepingan kisah yang dilewati.
Mengambil pelajaran, memetakan langkah agar tidak salah.
Terus mendekap ke pangkuan ilahi, sebab di sanalah kuasa itu bersemayam.
Walaupun semesta mengabaikan, jika ilahi berkehendak maka semua menunduk dan patuh.

Yakin hari esok menuai hasil, dan mengibarkan bendera kemenangan.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru