Cukai Tembakau Semakin Menyulitkan Masyarakat Kecil

Cukai Tembakau Semakin Menyulitkan Masyarakat Kecil
99judiqq

99judiqq - Produk-produk tembakau seperti rokok memang saat ini menjadi salah satu musuk utama bagi kesehatan publik di seluruh dunia.
Rokok merupakan penyebab tertinggi dari penyakit kanker, terutama kanker paru-paru, dan berbagai penyakit kronis lainnya, seperti serangan jantung dan stroke.

Untuk itu, berbagai negara di dunia berupaya untuk menghilangkan insentif merokok bagi warganya melalui berbagai kebijakan yang bervariasi, mulai dari larangan merokok di berbagai tempat, seperti rumah makan dan transportasi umum, kebijakan kemasan polos, hingga penetapan cukai atau pajak bagi produk tembakau yang tinggi.
Kebijakan cukai atau pajak tembakau merupakan salah satu kebijakan pengendalian penggunaan tembakau yang paling umum, dan diberlakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Cukai rokok di Indonesia sendiri bervariasi, mulai dari 425 rupiah per batang, sampai dengan 790 rupiah per batang.
Melalui kebijakan cukai ini, diharapkan konsumsi rokok di Indonesia dapat dikendalikan, dan jumlah perokok di tanah air akan dapat berkurang, mengingat rokok mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Angka 425-790 rupiah per batang mungkin terlihat kecil.
Hal tersebut bisa dimengerti.
Saat ini, hanya sedikit sekali barang yang bisa kita dapatkan dengan uang 700 rupiah, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Bahkan, untuk membeli air mineral botol kecil saja, setidaknya kita membutuhkan uang 2.500 rupiah.

Akan tetapi, coba kita hitung biaya cukai yang harus dibayarkan oleh masyarakat Indonesia kepada negara ketika membeli sebungkus rokok.
Sebungkus rokok rata-rata berisi 20 batang rokok.
Bila biaya cukai yang dikenakan 500 rupiah per batang saja, berarti seseorang harus membayarkan 10.000 rupiah biaya cukai kepada negara ketika ia membeli sebungkus rokok.

Bila seseorang mengkonsumsi 2 bungkus rokok dalam 1 hari, berarti ia sudah mengeluarkan 20.000 rupiah dari penghasilannya untuk membayar biaya cukai.
Berarti, dalam 1 bulan, ia sudah mengeluarkan 600.000 rupiah hanya untuk membayar biaya cukai rokok kepada negara.
Bila dihitung per tahun, angka tersebut bernilai 7.200.000 rupiah.

Pada tahun 2016 misalnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dengan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa 70% konsumen rokok di Indonesia berasal dari rumah tangga miskin.
Angka 7.200.000 rupiah tentu bukanlah nilai yang sedikit, apalagi untuk rumah tangga yang berpenghasilan rendah di Indonesia.

Lantas, berapa penghasilan rumah tangga miskin di Indonesia? Beradasarkan ketentuan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, bila sebuah rumah tangga memiliki penghasilan di bawah 1,9 juta rupiah per bulan, atau sekitar 22,8 juta rupiah per tahun, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga miskin.

Anda tidak membutuhkan rumus-rumus hingga persamaan yang rumit untuk menemukan berapa rata-rata persentase penghasilan rumah tangga miskin yang perokok untuk membayar biaya cukai rokok yang mereka konsumsi.

Bila dalan satu rumah tangga mengkonsumsi 2 bungkus rokok dalam 1 hari, maka 31% dari pendapatan mereka per tahun digunakan untuk membayar cukai rokok kepada negara.
Dan itu baru biaya cukai-nya saja, dan belum termasuk harga asli dari rokok tersebut.

31% dari penghasilan tentu bukan angka yang sedikit, apalagi bagi rumah tangga yang miskin di Indonesia.
Angka tersebut merupakan nominal yang sangat tinggi, dan seharusnya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat, seperti makanan yang bergizi atau ditabung untuk mempersiapkan kebutuhan yang mendesak.

Mungkin ada sebagian pembaca yang berpikir bahwa, bila demikian, yang paling bertanggung jawab dan patut disalahkan atas hal tersebut adalah para perokok itu sendiri.
Mereka lah yang membuat pilihan untuk menggunakan pendapatan yang mereka dapatkan untuk membeli rokok, daripada untuk membeli makanan bergizi bagi anak-anak mereka, atau untuk menabung.

Saya tidak menolak sepenuhnya pandangan tersebut.
Memang benar dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab adalah para perokok tersebut yang memilih untuk menggunakan uang mereka untuk membeli rokok.

Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dijadikan justifikasi bagi pemerintah untuk menambahkan beban mereka melalui kebijakan cukai rokok yang tinggi, yang akan semakin memperparah kemiskinan dan memaksa mereka yang berasal dari rumah tangga miskin untuk mengeluarkan uang lebih.

Selain itu, kebijakan sin tax untuk produk-produk tembakau sudah terbukti sebagai kebijakan yang gagal untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia.

Dari sejak tahun 2013 sampai 2016 misalnya, cukai rokok di Indonesia suda naik setidaknya 5 kali, yakni dinaikkan sebesar 8,5% pada tahun 2013, dinaikkan kembali sebesar 8,72% pada tahun 2015, dan pada tahun 2016, cukai rokok kembali dinaikkan oleh pemerintah sebesar 11,9%.

Akan tetapi, jumlah perokok dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Pada tahun 2013 misalnya, jumlah perokok dewasa (di atas 15 tahun) di Indonesia adalah 38% dari jumlah penduduk.
Jumlah perokok dewasa di Indonesia pada tahun 2016 justru meningkat menjadi 39,4% dari jumlah penduduk.
Kenaikan cukai rokok sudah terbukti merupakan kebijakan yang gagal untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia.

Lantas, apakah berarti ada solusi untuk mengurangi jumlah pengguna rokok di Indonesia?

Kebijakan menaikkan harga rokok untuk mengurangi insentif seseorang untuk merokok sudah terbukti gagal di Indonesia.
Oleh karena itu, kita sudah seharusnya mencoba kebijakan lain untuk memberi insentif bagi perokok untuk berhenti merokok, salah satunya adalah dengan menyediakan alternatif rokok yang lebih aman.

Alternatif tersebut adalah rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vape.
Berdasarkan laporan dari lembaga pemerhati kesehatan asal Britania Raya, Public Health England (PHE) tahun 2015, rokok elektronik 95% lebih aman daripada rokok tembakau konvensional.
Selain itu, vape juga telah terbukti sebagai alternatif yang efektif untuk membantu perokok berhenti mengkonsumsi rokok tembakau yang dibakar.

Saat ini, banyak pandangan dari berbagai pihak di Indonesia yang menyuarakan pelarangan vape.
Hal ini tentu merupakan kebijakan yang sangat berbahaya, karena bila aturan ini diberlakukan, hal tersebut akan menghilangkan opsi bagi para perokok untuk mendapatkan produk alternatif lain, yang dapat membantu mereka menghilangkan kebiasaan konsumsi rokok yang sehari-hari mereka lakukan.

Sangat penting juga bagi pemerintah untuk tidak mengenakan kebijakan cukai bagi produk rokok elektronik, sehingga produk tersebut dapat diakses oleh kelompok miskin di Indonesia, yang merupakan kelompok perokok tertinggi.

Sebagai penutup, kebijakan cukai rokok terbukti merupakan kebijakan yang gagal untuk mencapai tujuannya, yakni mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Kebijakan tersebut justru semakin menyusahkan warga miskin karena mereka dipaksa negara untuk mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan produk rokok.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita beralih ke solusi lain bila kita ingin mengurangi konsumsi rokok di Indonesia, dan menyediakan produk alternatif yang lebih aman bagi para perokok merupakan solusi terbaik untuk mencapai hal tersebut.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru