Hai Perempuan, Siapa yang Mau Disunat?

Hai Perempuan, Siapa yang Mau Disunat?
99judiqq


99judiqq - Dari segi medis, sunat perempuan tidak memberi manfaat.
Lain halnya dengan sunat laki-laki, (istilah medisnya "sirkumsisi") sangat memberi manfaat kesehatan.

Senja hari kala itu, 2 tahun yang lalu, saya akan meninggalkan Kota Bandung menuju Surabaya.

Saya merangkul ransel hitam di ruang tunggu stasiun Bandung dan melihat anak perempuan berusia 8 tahun seorang diri duduk termenung.
Dia mengusap wajah yang kusam dan rambut acak-acakan.

Saya berusaha mendekatinya, dia mencoba menghindar.
Saya pun membelikan segelas teh hangat.
Dia merintih kesakitan, melipat roknya dan memegang kelaminnya.


Saya bertanya, dia menunduk.
"Putri habis disunat" Wajah saya semakin mendekat, memastikan.

Dia semakin menunduk dan membuka roknya lagi, "Sakit sekali, kasian Mba Rani masih berdarah.
Kenapa mereka memaksa aku dan mbakku?!" Saya masih binggung saat itu.

Kemudian datang seorang wanita paruh baya menarik tangan anak itu.
Saya bertanya yang sebenarnya terjadi.
Wanita itu menjelaskan kalau anaknya (Putri) kabur di rumah ketika upacara dimulai.

"Mau gimana lagi mba, udah tradisi keluarga dan adat.
Saya dari kecil juga disunat, jadi mau gak mau anak saya ya mesti disunat juga.
Kalau gak ikut tradisi desa, kita dikucilkan Mba, tidak bisa mendidik anak," katanya.

Saya tertegun dan teringat teman saya dari Maluku.
Dia pernah bercerita, kemenakan perempuannya setelah sunat sering menangis setiap kencing atau jalan. Apalagi kalau kencing posisi duduk atau jongkok, sehingga membuat dia trauma dan takut ke kamar mandi.

Praktik sunat/khitan perempuan yang diistilahkan "khifadh" banyak ditemukan di Afrika, Timur Tengah dan Asia.

Sayangnya, di Indonesia hampir setengah jumlah anak perempuan mengalami praktik sunat.
Sunat perempuan masih dipertahankan karena sebuah tradisi, simbolis upacara dan agama.

Tujuan dari tradisi ini dapat menyucikan kehormatan perempuan dan mengurangi hasrat seksual.

Namun, Badan Kesehatan Dunia WHO menegaskan bahwa sunat perempuan adalah ilegal, sangat bertentangan dari segi medis, serta melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Karena itu, setiap tanggal 6 Februari dunia memperingati The International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation atau Hari Tanpa Toleransi terhadap Sunat Perempuan.

Badan Kesehatan Dunia menjelaskan bahwa ada 4 tindakan dalam praktik sunat perempuan:

1. Pemotongan klitoris atau bagian klitoris perempuan (clitoridectomy)
2. Pemotongan klitoris dan bagian dalam bibir kemaluan perempuan
3. Pemotongan klitoris, bibir luar dan bibir dalam kemaluan serta penjahitan hasil potongan tersebut
4. Pemotongan secara simbolis klitoris maupun bagian lain kemaluan perempuan.

Tradisi sunat perempuan di Indonesia masih kontroversial.

Tahun 2006, Kementerian Kesehatan pernah melarang tindakan sunat pada perempuan.

Namun, sangat ditentang oleh berbagai kalangan termasuk Majelis Ulama Indonesia, bahwa sunat laki dan perempuan itu wajib.

Mereka mendesak untuk tidak melarang tradisi ini dan menegaskan bahwa sunat yang dilakakan tidak seekstrim seperti mutilasi, female genital mutilation/cutting.

Kemudian Kementerian Kesehatan mencabut larangan ini sehingga terbitlah Peraturan kementerian kesehatan tahun 2010 tentang praktik sunat perempuan.

Praktik ini bisa dilakukan oleh dokter dan bidan dengan metode "menggores kulit yang menutup klitoris bagian depan tanpa melukai klitoris yang menggunakan jarum steril".

Permenkes tentang praktik yang mengizinkan sunat perempuan lagi-lagi ditentang oleh aktivis perempuan dan kalangan medis.
Akhirnya peraturan ini dicabut kembali Menteri Kesehatan tahun 2013.

Walaupun demikian, praktik sunat perempuan masih ditradisikan hingga kini dan masih dilakukan oleh dukun sunat atau tenaga medis.

Dari segi medis, sunat perempuan tidak memberi manfaat.
Lain halnya dengan sunat laki-laki, (istilah medisnya "sirkumsisi") sangat memberi manfaat kesehatan.

Masalah kesehatan yang akan terjadi pada sunat perempuan tergantung dari alat yang digunakan apakah steril atau tidak, orang yang melakukan sunat apakah sudah berpengalaman dan alat yang digunakan apakah seperti silet, pisau, kaca atau jarum.

Masalah kesehatan yang berdampak misalnya:


  • Rasa sakit yang tak tertahan.
  • Rasa perih dan sakit saat kencing atau jongkok
  • Pendarahan
  • Infeksi pada luka sunat, tetanus atau HIV (perlu penggunaan alat steril)
  • Lalu, sebenarnya sunat perempuan diperbolehkan atau tidak?


Yang pasti, praktik sunat perempuan masih dilakukan sampai sekarang walaupun kontroversial baik dari medis maupun tradisi budaya.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru