Jumlah Semakin Bertambah, Kok Gak Takut-takut?

Jumlah Semakin Bertambah, Kok Gak Takut-takut?
99judiqq

99judiqq - Grafik penambahan Covid-19 semakin hari, terus bertambah.
Sementara itu, khusus untuk Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terus meningkat.
Tambah 4 pasien sehingga total 102.
Padahal sebelum-sebelumnya, kasus Covid19 di Kepulauan Bangka Belitung jarang ada penambahan.

Pertanyaan untuk kita adalah apakah penambahan ini karena pelonggaran PSBB? Atau karena semakin hari, kita semakin tidak peduli lagi dengan penyebaran Covid-19? Ataukah memang, kita harus berani pada keputusan bahwa kita perlu betah hidup dengan situasi ini?

Takut Polisi atau Covid-19?

Sementara itu, ada beberapa pengendara kendaraan baik roda dua maupun empat, enggan untuk melewati.
Takut dengan polisi, mungkin karena tidak ber-SIM, ber-helm atau karena tidak bermasker.
Ketakutan untuk melewati jalan inilah menambah kemacetan dan kerumunan orang-orang.

Saya sendiri melihat beberapa orang melewati jalan itu tanpa memakai masker.
Dan hebatnya, ada sebuah kendaraan beroda dua berhenti sementara dan berusaha menahan kendaraan yang ditumpang, tanpa memakai masker.
Dengan nada berupa teguran, "jangan lewat, ada polisi!".

Mereka yang mendengar itu, langsung putar haluan dan kembali menempuh jalur lain.
Disinilah, kita dapat mengetahui bahwa ketakutan pada polisi jauh lebih tinggi ketimbang Covid-19.
Mungkinkah karena Covid-19 tak kelihatan?

Dalam hati saya, ketika melihat pengendara roda dua tanpa masker yang lewat, rupanya nyalinya ciut, berubah, bukan karena Covid-19, tetapi malahan pak Polisilah yang ditakuti.
Semestinya yang harus ditakuti itu Covid-19, bukan pak polisinya.

Takut Covid-19 atau perut lapar?

New Normal belum berlaku untuk semua daerah.
Hanya beberapa daerah yang sudah berlaku karena penyebaran Covid-19, dinyatakan berkurang atau nihil.
Sebagai misal, di Belitung Timur (Bangka Belitung), Linggga dan Anambas (Kepulauan Riau), dan mungkin daerah-daerah lain.

New Normal, menurut Wakil Presiden RI, Bapak Ma'ruf Amin untuk menghindari diri kita dari dua hal ini, yaitu Covid-19 dan keterpurukan ekonomi.

Secara pribadi saya sangat setuju sekali dengan orang nomor 2 di republik ini.
Namun, terberesit lebih jauh dari itu, kenormalan baru diberlakukan karena keterpuruknya ekonomi.

Bulan-bulan awal, sejak 2 Maret 2020 diumumkan pandemi Covid-19 di Indonesia, mungkin orang-orang pada ketakutan.
Sehingga waktu itu, jalan-jalan sepih, toko dan mall pun jarang dikunjungi orang.
Apalagi cerita dan lukisan tentang Covid-19 penuh dengan litani, yang berdampak pada "lebih baik di rumah saja."

Lebih baik di rumah saja, tidak bekerja atau bekerja dari rumah, justru berdampak juga pada peningkatan pembiayaan hidup keluarga.
Orang-orang di rumah saja dalam arti khusus bisa menyiapkan diri merayakan hari raya besar seperti Paskah, Waisak, dan Lebaran.
Karena di rumah saja, makan dan minum serta efek daring untuk anggota keluarga, terkhusus untuk anak-anak lebih meningkat ketimbang ketika berada di sekolah-sekolah atau di tempat kerja di luar rumah.

Lebih baik di rumah saja, menyulut hawa kebosanan berakibat pertengkaran bila dibandingkan sebelumnya yang bekerja di luar rumah.
Saling berjumpa, saling memberi motivasi, saling menguatkan tatkala ada kegelisahan dan kecemasan atas suatu pekerjaan.

Lebih baik di rumah saja pun akan mendorong diskusi, mencari jalan keluar, dan pada titik dermakasi tertentu menjadi spirit, semangat untuk berani mengambil keputusan mau bekerja meningkatkan ekonomi atau takut karena situasi.

Mungkin saja, refleksi karena "lebih baik di rumah", gagasan New Normal, muncul.
New Normal atau kenormalan baru adalah sikap baru dari setiap orang terhadap situasi pandemi Covid-19 dan berani mengambil keputusan untuk pencegahan keterpurukan ekonomi dan keuangan.

Atau mungkin dengan lebih singkat dikatakan, New Normal itu pelonggaran PSBB namun perketat protokol kesehatan.
Orang lebih baik di rumah saja, asal makan tiga kali sehari, minum jalan terus ketika haus, namun jika tanpa bekerja apa jadinya?

Memang harus diakui bahwa ketika New Normal digulirkan hingga kini persepsi orang-orang berbeda.
Bedanya karena disuruh bekerja dengan tetap patuh dan setia pada protokol kesehatan pusat atau daerah agar ekonomi dan keuangan tak terpurukan.

Roda perekonomian terus berjalan.
Dapur tetap mengepul asap, bukan karena kebakaran akibat stress tapi memang sungguh masak sesuatu untuk dimakan atau diminum.
Dompet tetap tebal bukan karena materai dan photo-photo serta nota-nota tagihan, namun karena ada uang, sudah gajian.

Dan pada akhirnya, jumlah memang bertambah, bertambah juga penghasilan, bertambah juga karena sembuh dari penyakit.
Kok gak takut, ya... karena jika takut dapur tak berasap, dompet tak terisi, puasa dan pantang jalan terus bukan karena sesuatu niat namun karena ketiadaan sesuatu yang dapat dimakan dan minum.

Jumlah terus bertambah, kok gak takut, justru karena ekonomi dan keuangan orang berani untuk bertarung hidup.
Karena hidup itu sendiri adalah pemaknaan atas ADA dan ADA-lah yang terus menyertai setiap orang yang berjuang mempertahankan dan membela kehidupan itu sendiri.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru