99judiqq
99judiqq - Walaupun ada kebijakan kenaikan harga rokok di pasaran, namun nyali para perokok tak pernah redup, walaupun mengurangi jatah batang rokoknya, dan mengganti merk rokok tetap baginya tiada hari tanpa menghisap rokok.
Rokok bagaikan pasangan hidup, tak ada rasanya saat hidup dengan tidak menghisap rokok, saat hisapan sudah dinikmati, rasanya hidup sudah sempurna.
Berbeda dengan orang yang tidak suka merokok, ga pain menghisap rokok, apa ga ada pekerjaan lain selain menghisap rokok, sudah tahu kalau merokok dan dihisap itu bisa membahayakan kesehatan organ tubuhnya dan juga asapnya mengganggu kesehatan lingkungan dan orang lain.
Orang kesehatan memberikan solusi, satu batang rokok, diganti satu buah telur dan dikasihkan untuk konsumsi anaknya itu lebih bergizi dan bikin gizi anak semakin baik.
Sebagian perokok mengatakan, aku ini penyumbang pajak atas cukai rokok, artinya selama ini perokok itu telah berjasa kepada jutaan manusia, karena pabrik tidak tutup, petani tembakau bisa laku tanamannya, pekerja pabrik rokok dapat penghasilan yang mapan, dan berapa juta pedagang sembako dan kios rokok yang mendapatkan penghasilan dari jualan rokok ini, belum lagi negara juga mendapatkan bagi hasil cukai, salahkah aku jika masih merokok, bayangkan jika negara ini tanpa ada yang merokok, kemiskinan semakin bertambah, pengangguran juga bertambah dan contoh lainnya akibat hidup ini tanpa merokok.
Sebagian perokok juga mengatakan, mati itu urusan takdirnya gusti Allah, orang yang merokok berarti sehat, karena mereka juga setiap hari masih berani membeli rokok, dan saat menghisapnya juga tidak merasakan sakit, kalau sudah tidak bisa menghisap malah sakitnya bertambah.
Banyak kebijakan selama ini untuk mengurangi orang merokok, dari larangan merokok di ruangan, larangan merokok di mall, larangan merokok di kendaraan termasuk di fasilitas publik, tapi kenapa tidak ada jaminan negara kepada perokok padahal mereka berjasa telah membayar cukai pajak.
Bagi tenaga kesehatan, promosi agar hidup sehat maka jangan merokok terus digalakan, bahkan masif, mereka lewat berbagai pertemuan, bahkan mereka membandingkan antara organ perokok dan organ sehat karena tidak merokok, seperti apa bentuknya, termasuk mengkonversi dengan istilah rokok vs telur, kalau 1 batang rokok seharga Rp 1.500 lalu ditukar 1 telur ayam dan telur tersebut lalu di jadikan konsumsi bagi keluarga, maka akan mendapatkan jaminan gizi yang bertambah.
Telur kaya kandungan protein, kandungan kolesterol tidak tinggi, dan ragam kandungan lainnya yang berguna untuk kesehatan tubuh.
Wajar saja jika model pendekatan promosi kesehatan banyak lewat perkumpulan ibu-ibu, agar bisa mempengaruhi suaminya untuk tidak konsumsi rokok, kasihan ekonomi keluarga jika suami atau anaknya ada yang merokok dirumah.
Tercatat dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2010 bahwa pengeluaran keluarga miskin untuk membeli rokok adalah 5 kali lebih banyak daripada untuk membeli telur dan susu, dan menjadikan rokok sebagai pilihan belanja nomor 2 keluarga miskin.
Ini artinya bahwa warga kita untuk mengkonversi rokok ditukar menjadi telur itu belum dianggap jurus manjur, apalagi sekarang dengan kebijakan harga rokok eceran naik pun, para perokok ini masih tak mau melupakan bahaya akibat merokok, tetap membeli rokok walaupun harus berganti merk.
Tentunya pengusaha rokok pun masih tersenyum, karena karakter dan sikap perokok Indonesia adalah tidak mau melupakan rokok dimanapun dan kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar