Covid-19 jadikan china pemimpin dunia

Covid-19 Jadikan Cina Pemimpin Dunia
99judiqq

99judiqq - Langkah lockdown, mengisolasi, menciptakan jarak, men-de-globalisasi dunia hanyalah solusi jangka pendek untuk memutus rantai penularan, namun secara jangka panjang justru menghancurkan perekonomian.

Penangkal Covid-19 atau disebut juga virus corona justru kerja sama dan saling berbagi, bukan pemisahan.
Sejumlah argumentasi yang saya simpul-ringkaskan sebagai berikut.

Pertama; dalam sejarah manusia menghadapi berbagai epidemi, segala batas dan jarak tidak menentukan kesuksesan mengendalikan, apalagi mengatasinya.
Epidemi membunuh hampir seperempat warga Eurosia di abad ke-14 ketika belum ada globalisasi, dan mobilitas manusia masih sangat terbatas.


Pun, di bulan Maret tahun 1520 seorang budak yang dibawa dari Afrika ke Mexico oleh tentara Spanyol, yang ternyata dalam tubuhnya mengidap virus cacar berbahaya, hanya dalam waktu 10 hari telah mengakibatkan Cempoallan, kota dia dititipkan, berubah menjadi kuburan massal.

Kurang dari 9 bulan kemudian sepertiga dari seluruh penduduk Amerika Tengah terbunuh oleh virus ganas itu.
Ketika itu orang hanya mengadu kepada Tuhan dan mengutuk semua dewa jahat yang dituduh sebagai kambing hitam.

Namun, tidak sedikitpun memberi dampak pada penghentian penularan dan keganasan virus pembunuh itu.
Sekali lagi, ketika itu batas-batas masih kokoh, isolasi geografis dan sosial kuat lantaran belum ditemukannya teknologi transportasi yang memungkinkan kelancaran mobilitas antara wilayah, antarkota, apalagi antara negara.

Kedua; dibutuhkan hubungan saling percaya.
Harus dicatat, bahwa sangat ketat dengan kerja sains dan meyakini sains sebagai pemberi solusi efektif sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah.

Karenanya, hasil kerja sains perlu dipercaya.
Jangan diremehkan seperti dilakukan oleh sejumlah ulama, seperti di Korea Selatan, Iran, juga Indonesia.

Para ulama ini lebih meyakini perlindungan Tuhan dan mengabaikan sama sekali hasil kerja sains, kemudian seperti terlihat membawa akibat fatal dengan terjadinya korban yang seharusnya dapat dicegah sejak dini.

Beberapa ulama kita bahkan terkesan 'mensyukuri' bencana Wuhan sebagai bentuk hukuman Allah.
Sikap ini tidak hanya menyedihkan tetapi juga sangat memalukan karena menghina kemanusiaan.

Kepercayaan kepada kerja pemerintah, tim medis dan lembaga yang memiliki otoritas juga sangat dibutuhkan.
Ketika awal China diseruduk 'tanduk' Corona, masyarakatnya percaya kerja pemerintah dan saling menguatkan dengan meneriakkan slogan, "Wuhan Jia You" (Wuhan Kamu Bisa!).

Di Italy, ketika korban makin berjatuhan dan pemerintah mengumumkan lockdown, masyarakat menaati dengan tetap tinggal dalam rumah dan mengibarkan bendera dari jendela rumah untuk menunjukkan kepercayaan dan dukungan kepada pemerintahnya.

Situasi di Indonesia sebaliknya membuat miris.
Betapa tidak, ada pihak yang mencoba mengambil untung dalam situasi bencana dengan memborong masker dan menjualnya di harga berlipat-lipat, pemda yang membuat keputusan berbeda dengan pemerintah pusat, intrik-intrik politik yang berpotensi menjatuhkan pemerintah dan berbagai tekanan terkesan mengacaukan dan mengganggu kinerja pemerintah.

Sensitifitas kemanusiaan kita sebagai bangsa yang ber-Tuhan, ber-Pancasila justru terkesan begitu rendahan dibanding China, yang ironisnya kerap dilecehkan sebagai bangsa tak ber-Tuhan.

Memang, China mungkin tidak bertuhan, tetapi yang pasti ia telah membuktikan lebih memilki sikap "kemanusiaan yang adil dan beradab."

Ketiga; Bahwa satu-satunya batas nyata adalah antara manusia dan virus korona itu sendiri.
Manusia tidak boleh saling dipisahkan, melainkan dipersatukan dan dipisahkan dari predator tak kelihatan itu.

Dengan argumentasi ini, manusia seharusnya bekerjasama, baik dalam hal pengetahuan, kepakaran, maupun pengalaman untuk bersama-sama mengatasi musuh bersama.

Kerjasama termasuk didalamnya saling berbagi dan saling bahu membahu.
Seseorang yang terinveksi virus di mana pun di sudut dunia ini, seharusnya mendapat perhatian seluruh dunia untuk memberi dukungan agar membantu memulihkannya.

Ketidakpedulian memberi bantuan akan memberi kelonggaran bagi virus makin menyebar luas, lalu menulari manusia lainnya, pada akhirnya mencapai diri Anda juga, lalu lambat atau cepat akan menghabisi kita semua.

Sekali lagi, virus tidak mengenal batas.
Ia menerjang semua batas, tidak perduli batas negara, garis ideologi, apakah bertuhan atau tidak, apakah beragama Kristen, Islam, Hindu, agama suku, atau Ateis, status sosial, posisi jabatan, ulama atau umat, dan apa saja.

Mahkota (corona) berbentuk tanduk pada virus ini bukan sembarang mahkota, karena mengandung lapisan protein yang mengaktivasi furin dalam organ paru-paru, jantung (hati) dan usus kecil manusia.

Artinya, selama Anda masih manusia yang memiliki organ-organ itu, Anda berpotensi diserang covid-19 tanpa ampun.

Keempat; perlu kepemimpina dunia untuk mengatasi epidemi virus corona.
Dalam menghadapi virus Ebola tahun 2014 Amerika mengambil posisi sebagai 'pemimpuin dunia' yang menginspirasi serta menggalang kerjasama internasional untuk mengatasi epidemi.

paya itu terbukti efektif.
Peran yang sama juga ditunjukkan Amerika ketika menghadapi bentuk bencana lainnya, yaitu krisis ekonomi 1998.

Namun, saat ini Amerika tidak lagi mendapatkan kepercayaan publik internasional untuk peran itu.
Uni Eropa mengambilalih posisi pemimpin dunia.

Tetapi nenurut saya, China lebih cocok untuk posisi itu.
Dia telah menunjukkan kapasitas kepemimpinanya mengatasi bencana sendirian, ditengah hujatan dan sindiran sebagian manusia yang tidak punya nurani.

Dan, ketika sukses mengendalikan virus corona, ia bukannya beristirahat sejenak, merayakan kemenangannya sambil mentertawakan dunia yang terkesan mensyukuri bencana yang menghajarnya, melainkan dengan diam dan penuh empati kemanusiaan menyeberang ke Eropa membantu Italy yang kini menjadi yang paling parah dihajar epidemi ini.

China seakan tanpa kenal lelah terus mengejar Coronavirus.
China paham, bahwa membiarkannya menang di suatu tempat di planet ini hanya akan berarti menunggu waktu untuk kembali menyerangnya di lain waktu.

Virus corona adalah musuh bersama umat manusia, bukan hanya musuh suatu bangsa, satu komuntas atau satu orang.

Dengan demikian China telah menunjukkan kapasitas sebagai pemimpin dunia, yang dengan hati nurani dan segala bentuk kemampuan, baik mental, keahlian, dan teknologi memadai mampu "menyelamatkan manusia dari ancaman virus Corona.
" Bukan hanya pemerintahnya, melainkan tim medisnya, bahkan rakyatnya telah memberi teladan kepada dunia, bagaimana mengatasi krisis dalam kerjasama dan saling percaya.

Dari itu, tidaklah salah, pendiri bangsa ini, Bung Karno, menasehati kita untuk, "belajarlah sampai ke China."

Maka, marilah kita mengangkat jempol kepada China, serta dengan rendah hati mau belajar kepadanya.

Bukan agama atau ideologi yang menyelamatkan kita, melainkan empati kemanusiaan, semangat bahu-membahu, saling percaya dan keuletan. China kini telah membuktikannya dan layak menjadi pemimpin dunia, dalam hal mengatasi krisis kemanusiaan! 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru