99judiqq
99judiqq - Berdasarkan data yang dirilis pemerintah (update 22 Juli 2020), penambahan korban Covid-19 hari ini sebanyak 1.882 orang, sehingga jumlah kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 91.751 orang dengan jumlah korban meninggal 4.459 orang dan sembuh 50.255 orang.
Dari halaman resmi WHO yang menyajikan data-data global tentang perkembangan Covid-19, terlihat kalau jumlah kasus di China (update 21 Juli 2020) sebagai episentrum awal pandemi berjumlah 86.152 orang dengan jumlah korban meninggal dunia berjumlah 4.653 orang.
Dengan demikian negara kita telah sukses menyalip China soal jumlah korban Covid-19.
Pada akhir tahun lalu saat menyimak lewat media keganasan virus corona yang menyerang kota Wuhan, kita semua tercengang.
Tapi saya (dan juga mungkin banyak orang lainnya) tidak sampai punya pikiran kalau virus ini bisa menjangkau jauh sampai ke Indonesia.
Apalagi saat itu pemerintah China menerapkan penguncian total pada provinsi Hubei, tempat kota Wuhan berada.
Nyatanya, "Nona Corona" tidak mau berlama-lama di rumah dan meninggalkan jejaknya ke seluruh penjuru dunia.
Dalam rentang waktu 4 bulan sejak kasus pertama, angka kasus Covid-19 di Indonesia meningkat drastis sampai menembus angka lebih dari 90 ribu orang.
Dengan jumlah kasus sebanyak itu, Indonesia masuk ke dalam 25 besar negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di dunia.
Amerika Serikat masih berada di puncak statistik dengan jumlah kasus 3.748.248 orang, diikuti Brazil dengan jumlah kasus 2.098.389 orang. Secara global, Covid-19 telah mencapai 14.562.550 kasus. (data dari covid19.who.int)
Nah, apakah angka-angka pada statistik ini bisa membuat kita semakin aware terhadap Covid-19? Atau malah semakin apatis?
Lihat saja. Beberapa waktu yang lalu, kita bisa terkejut setengah mati jika penambahan kasus harian di tanah air mendekati 4 digit per hari. Tapi belakangan ini, penambahan 1.500 atau 1.600 kasus seperti biasa saja.
Dengan laju rata-rata penambahan kasus di atas 1.000 per hari, tidak lama lagi jumlah kasus di negara kita akan menyentuh angka 6 digit.
Ironisnya, masih ada sebagian masyarakat yang memiliki pemikiran salah tentang Covid-19 ini.
Beberapa hari lalu, saya bercakap-cakap dengan seorang bapak, staf sekuriti di salah satu perusahaan distribusi tentang fenomena Covid-19 di tanah air.
Setelah ngobrol beberapa lama dia mulai nampak gamang dan sampai pada kesimpulan "Berarti virus corona ini memang benar-benar ada ya, Pak?" Saya pun dengan gemas meladeni kegamangannya.
Artinya selama ini bapak itu masih berpikir kalau Corona itu antara ada dan tiada.
Dia tidak sendiri dalam sesat pikir tentang Covid-19.
Lihat saja di lini masa maupun dunia nyata.
Masih ada sejumlah orang yang yang menganggap Covid-19 hanya isu ciptaan pihak-pihak tertentu saja.
Ada juga yang menyepelekan dan menganggapnya sebagai penyakit yang tidak perlu ditakuti sehingga merasa tidak perlu pakai masker, menjaga jarak dan melakukan sejumlah protokol kesehatan lainnya.
Makanya di media sosial muncul istilah Covidiot untuk disematkan kepada orang-orang yang bebal seperti ini.
Ada yang menganggap pakai masker dan sering-sering cuci tangan tidak perlu-perlu amat. Alasannya ada orang yang sering pakai masker dan rajin cuci tangan tapi toh masih terpapar Covid-19 juga.
Padahal sebenarnya memakai masker dan sering cuci tangan, jaga jarak dan kiat-kiat protokol kesehatan lainnya bukan saja untuk menjaga agar kita tidak tertular Covid-19, tapi juga mengurangi risiko kita menularkan penyakit tersebut kepada orang lain di sekitar kita.
Bisa saja kita sedang mengidap virus Corona saat ini tapi terlihat sehat-sehat saja karena memang daya tahan tubuh kita cukup baik.
Tapi selagi mengidap virus Corona dan mengabaikan protokol kesehatan, kita bisa jadi carrier virus bagi orang lain.
Oh ya, masih ada satu tipe orang lagi yang kerap bikin masalah di lini masa terkait Covid-19 ini, para penebar hoaks atau orang yang suka membesar-besarkan berita yang masih simpang siur sehingga menimbulkan kegaduhan.
Sebagai contoh, ada isu yang beredar kalau sejumlah rumah sakit selama ini merekayasa diagnosa penyakit Covid-19 untuk mengambil keuntungan secara sepihak dari pasien.
Akhirnya beberapa hari lalu, sejumlah dokter yang aktif di media sosial twitter mengganti nama akun twitter-nya dengan nama "Rumah Sakit Mana?!" atau nama sejenis, sebagai salah satu bentuk keprihatinan (dan juga perlawanan) terhadap akun-akun penyebar berita tidak jelas tersebut.
Jadi, memang tentara perang melawan Covid-19 bukan hanya dokter dan tenaga kesehatan lainnya, tapi juga siapa pun yang dapat berkontribusi meningkatkan literasi masyarakat akan ancaman, dampak dan kiat-kiat meminimalkan risiko Covid-19.
Kita bukan saja berhadapan dengan orang sakit, tapi juga dengan orang sehat tapi memiliki risiko terpapar penyakit atau membuat orang-orang di sekitarnya terpapar penyakit karena kurang teredukasi.
Apalagi saat ini beberapa daerah mulai menerapkan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial.
Tanpa edukasi yang terpadu kepada masyarakat, bukan tidak mungkin peningkatan kasus terus berlanjut secara signifikan.
Kembali kepada peringkat negara-negara dengan jumlah korban Covid-19 terbanyak. Jangan sampai terjadi, negara kita terus menyalip negara-negara lain di atasnya lalu masuk ke 20 besar, 15 besar, 10 besar dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar