Mengenal Ubi Kayu sebagai Bahan Pangan Alternatif pada Gerakan Diversifikasi Pangan Lokal

balitkabi.litbang.pertanian.go.id
99judiqq

99judiqq - Beras masih menjadi sumber makanan pokok terbesar di Indonesia.
Konsumsi beras nasional tahun lalu mencapai  29,6 juta ton.
Sementara itu konsumsi sebesar 111,58 kg per kapita per tahun.
Angka ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah melalui kementerian pertanian saat ini mengkampanyekan gerakan diversifikasi pangan lokal pada minggu 28 Juni 2020 lalu.
Menurut Menteri Pertanian, Dr. Ir. Yasin Limpo, upaya diversifikasi pangan beras dengan pangan lokal sumber karbohidrat non beras ini dilakukan sebagai upaya untuk  memperkuat ketahanan pangan nasional.
Program diversifikasi pangan dilakukan dari hulu hingga hilir meliputi produksi, pascapanen, stok dan pengolahan, pemasaran hingga pemanfaatan berupa edukasi kepada masyarakat.

Ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting di Indonesia.
Dengan produksi yang cukup tinggi, sekitar 19.341.233 ton pada tahun 2018, tentunya harus menjadikan perhatian dalam upaya penyediaan sumber karbohidrat di dalam negeri.
Ubi kayu memiliki kontribusi penting bagi pertanian Indonesia.
Tahun 2020 ini pemerintah mencanangkan program tiga kali ekspor termasuk komoditas ubi kayu.
Ubi kayu memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Masyarakat Indonesia banyak menanam ubi kayu baik untuk dibudidayakan maupun digunakan sebagai tanaman pembatas.
Umbinya pun dapat diolah dengan berbagai macam cara.

Ubi kayu memiliki banyak keistimewaan sebagai penghasil pati dibandingkan tanaman penghasil pati lain yaitu hasil per hektar tinggi, adaptif kekeringan, adaptif tanah marginal, memiliki fleksibilitas waktu tanam dan panen, mempunyai kandungan pati yang tinggi per berat kering, dan pati mudah diperoleh menggunakan teknologi sederhana.
Di samping itu, ubi kayu juga memiliki peran strategis, karena selain sebagai bahan pangan, dengan kandungan pati yang tinggi yaitu 74% -- 85% (basis kering) atau 20% -- 32% (basis basah), ubi kayu juga dimanfaatkan sebagai bahan baku beragam industri.


Melihat potensinya yang sedemikian besar, Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah merakit varietas baru Ubi kayu.
Vati 1 dan Vati 2 berhasil dilepas pada 2018 lalu. Vati 1 memiliki kisaran hasil 25,1 46,9 t/ha dengan rata-rata 37,5 t/ha.
Vati 1 memiliki keistimewaan yaitu memiliki kadar bahan kering umbi (48,5%), kadar pati (21,9%), rendemen pati (26,7%), dan kadar gula total tertinggi (43,0%), lebih tinggi dibanding pembanding varietas yang sebelumnya pernah dilepas, UJ 5 dan Adira 4.
Vati 1 berpotensi genjah karena pada saat panen umur 7 bulan, hasil umbi sudah mencapai sekitar 45 kg / tanaman dengan rendemen pati yang tinggi.

Vati 2 memiliki potensi hasil umbi segar tertinggi yaitu 66,8 t/ha (kisaran hasil 22,966,8 t/ha) dengan rata-rata hasil umbi tertinggi (42,5 t/ha), lebih tinggi dari pembanding UJ 5 dan Adira 4.
Vati 2 memiliki potensi hasil pati (13,7 t/ha) dan rata-rata hasil pati (8,8 t/ha) paling tinggi diantara klon harapan yang lain termasuk pembanding.
Memiliki kadar pati > 20%, kadar gula total cukup tinggi (> 40%) dan kadar bahan kering tinggi (>46%).

Ubi kayu merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Harapan kedepannya ubi kayu harus bisa menjadi komoditas strategis nasional selain padi, jagung, dan kedelai.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru