Kenapa Indonesia Memilih China untuk Membangun Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?

Kenapa Indonesia Memilih China untuk Membangun Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?

99judiqq


99judiqq - Proyek kereta api cepat ini akan memberikan banyak manfaat, seperti dapat memacu perkembangan wilayah dan munculnya titik-titik ekonomi baru serta dapat menjadi kebanggaan nasional.

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini memiliki panjang kurang lebih 142,3 km dengan empat stasiun pemberhentian, yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar.
Jalur kereta cepat ini nantinya dibangun melayang di atas jalan toll dan terowongan.

Dalam proses pembangunan kereta cepat ini, China dan Jepang bersaing untuk menjalan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Pada akhirnya pemerintah Indonesia memilih China untuk menjadi partner dalam menjalan proyek ini. 

Pada  proposal penawaran,  Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun dengan bunga hanya 0,1% per tahun dan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun.


Sedangkan, proposal China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi, namun jangka waktu lebih panjang yakni pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar, jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.

Selain itu juga usulan yang diajukan oleh Jepang dianggap terlalu berat karena menggunakan mekanisme Public Private Partnership yang pembagiaan pembiayaan terdiri dari 10% swasta, 74% ditanggung BUMN khusus, dan 16% ditanggung oleh pemerintah sedangkan usulan dari China menggunakan skema pembiayaan Business to Business antara BUMN Sinergi dan KCIC, dengan skema pembiayaan Business to Business ini dinilai lebih layak karena tidak menggunakan dana APBN.

Pemerintah berpikir panjang untuk siapa yang akan menjadi partner dalam menjalankan proyek ini.
Walaupun bunga yang ditawarkan China lebih tinggi dibandingkan Jepang, tetapi waktu yang ditawarkan China dalam masa operasi kereta api ini lebih panjang dibandingkan pihak Jepang.

Selain itu juga pihak Jepang tidak mau melakukan proyek ini apabila tidak ada jaminan dari pemerintah , sudah ditekankan oleh pemerintah Indonesia bahwa proyek ini sama sekali tidak menggunakan dana APBN. Sementara China siap menjalankan proyek ini tanpa ada jaminan dari pemerintah denga menggunakan skema Business to Business tadi.

Posisi China yang strategis dapat dilihat dari keterlibatan China dalam isu dunia. 
Hal  ini  terbukti  dari  China  sebagai  satu-satunya  negara  dari Benua Asia  yang  menjadi  salah  satu  dari  lima  anggota  tetap  Dewan  Keamanan  PBB.
Seperti yang telah diketahui, anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki hak veto  yang  merupakan  hak  yang  dapat  membatalkan  atau menggagalkan  suatu keputusan,  ketetapan,  rancangan  peraturan  dan  undang-undang  atau  resolusi.

Posisi China dalam Dewan Keamanan PBB tersebut, secara tidak langsung  menegaskan  bahwa   China  memiliki  pengaruh  atau  peran  yang cukup besar dalam dunia internasional.
Kemudian, posisi strategis China juga dapat  dilihat  dari  tingkat  pertumbuhan  GDP  China  dari  tahun  ke  tahun .

Pertumbuhan  GDP  China  sejak  tahun  2011  hingga  tahun  2017 yaitu   sekitar   6%   hingga   9.5%. 
Angka   tersebut   jika   dibandingkan   dengan pertumbuhan   GDP   Jepang   yang   berkisar   antara   angka   -0,1%   hingga   2%, terbilang   cukup   jauh (Kurniawati, 2018).

Pemilihan  China  sebagai  mitra  strategis  dalam  pengerjaan  proyek  kereta cepat  Jakarta–Bandung  dapat  dikatakan  pemilihan  yang  dapat  dikatakan  tepat untuk  menyeimbangkan  pengaruh  atau  dominasi  Jepang  dalam  perekonomian Indonesia.

Hal ini dikarenakan, dalam perkembangan kereta cepat, dapat dilihat sendiri bahwa teknologi yang diusung dalam kereta cepat buatan China, tidak jauh  berbeda  dengan kereta buatan Jepang,  ditambah  dengan penawaran biaya total  proyek  yang  lebih  murah.
Hal  inilah  yang  kemudian membuat China   dapat   dikatakan   merupakan   mitra   strategis   yang   dapat membantu mengurangi dominasi Jepang dalam perekonomian Indonesia (Kurniawati, 2018).

Sebagai langkah awal pelaksanaan proyek kereta cepat ini pada tanggal 2 Oktober 2015 PT WIKA bersama dengan tiga BUMN lainnya mendirikan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan komposisi pemegang saham dan permodalan sebagai berikut (Yamin, 2018).

Kemudian pada tanggal 16 Oktober 2015, PSBI menandatangani Joint Venture Agreement (JVA) dengan China Railway International Co.Ltd, untuk membentuk perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bernama PT.Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Struktur permodalan KCIC yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-022202.AH.01. Tahun 2016 tanggal 19 Februari 2016 (Yamin, 2018).

PT KCIC akan melaksanakan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat (high speed railway atau HSR) antara Jakarta dan Bandung dengan nilai proyek sebesar US$ 5,135 miliar atau setara dengan Rp. 70.8Triliun yang akan dibiayai dengan dana yang berasal dari setoran modal sebesar 25 persen dari pemegang saham KCIC dan sisanya sebesar 75 persen akan dibiayai dari pinjaman perbankan dan lembaga keuangan lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

PT KCIC sendiri telah mendapatkan penetapan trase jalur kereta cepat antara Jakarta dan Bandung lintas Halim-Tegal Luar pada tanggal 12 Januari 2016 dan penetapan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai badan usaha penyelenggara prasarana kereta api cepat antara Jakarta dan Bandung pada tanggal 15 Januari 2016 dari menteri perhubungan serta izin lingkungan kegiatan pembangunan jalan kereta cepat sepanjang Jakarta-Bandung sekitar lebih kurang 142,3 Km pada tanggal 20 Januari 2016 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pada tanggal 21 Januari 2016 PT KCIC juga telah melakukan ground Breaking oleh Presiden Joko Widodo, kemudian pada tanggal 16 Maret 2016 PT KCIC telah menandatangani perjanjian konsesi atau perjanjian kerjasama tentang penyelenggaraan perekretaapian umum kereta cepat Jakarta-Bandung antara PT KCIC dengan Kementerian Perhubungan  (Yamin, 2018).     

Strategi pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menjalankan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini merupakan strategi PINA (Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah).

PINA ini merupakan strategi pembiayaan yang menggalang sumber-sumber pembiayaan alternatif agar dapat digunakan untuk berkontribusi dalam pembiayaan proyek infrastruktur strategis nasional di mana  proyek kereta cepat ini merupakan salah satu proyek startegis nasional menurut  Peraturan Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang mempunyai nilai komersial dan berdampak untuk meningkatkan perekonomian.

PINA ini penting untuk dilakukan sebab ruang fiskal anggaran pemerintah sangat terbatas akibat adanya pembatasan lebar defisit anggaran.
Kebutuhan investasi inrastruktur sangatlah besar sehingga anggaran pemerintah difokuskan untuk infrastruktur yang tidak dikelola secara komersial (filling the gap).

Pembangunan infraastruktur ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia dengan dilaksanakan tanpa menggunakan anggaran pemerintah.
Strategi PINA ini melengkapi strategi KPBU sebagai alternatif dalam pembiayaan infrastruktur.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru