Tewas Dianiaya Polisi, Kematian Sang "Gentle Giant" Memicu Murka Massa

Tewas Dianiaya Polisi, Kematian Sang "Gentle Giant" Memicu Murka Massa
99judiqq

99judiqq - George Floyd (46) yang dibesarkan di Third Ward (Houston), salah satu lingkungan kota yang didominasi kulit hitam, memang bukan sosok malaikat tanpa dosa.

Postur tubuh setinggi 1,98 meter membuat Floyd muncul sebagai bintang basket untuk Sekolah Menengah Jack Yates dan bermain di pertandingan kejuaraan negara bagian 1992 di Houston Astrodome.

Donnell Cooper, salah satu mantan teman sekelas Floyd, mengatakan dia ingat menonton gol Floyd mencetak gol dan berkomentar tentang bagaimana dia menjulang di atas semua orang dan mendapat julukan 'gentle giant' (raksasa yang lembut),"Kepribadian yang tenang dengan semangat yang indah."

Namun Floyd rupanya sempat terseret gelombang sesat yang menyebabkannya didakwa terlibat perampokan bersenjata dalam penyerangan sebuah rumah di Houston pada tahun 2007 dan, menurut dokumen pengadilan, dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada tahun 2009 sebagai bagian dari kesepakatan pembelaan.


Christopher Harris, teman masa kecil Floyd, mengatakan bahwa dia dan beberapa teman bersama mereka pindah ke Minneapolis untuk mencari pekerjaan sekitar tahun 2014.
Lalu dia mengajak Floyd untuk juga pindah ke sana setelah dia keluar dari penjara.

"Dia ingin memulai dari awal yang baru, awal yang baru," kata Harris. "Dia senang dengan perubahan yang dia lakukan."

Pindah ke Minneapolis seharusnya menjadi kesempatan kedua George Floyd untuk menjalani kehidupan yang baik, dia mendapatkan pekerjaan dengan bekerja di toko Salvation Army di pusat kota.

Segera setelah itu, ia mengambil dua pekerjaan lainnya, jadi supir truk dan tukang pukul di Conga Latin Bistro di mana ia dikenal sebagai "Big Floyd."

Pemilik Conga Latin Bistro Jovanni Tunstrom menggambarkan Floyd sebagai "selalu ceria."

"Dia memiliki sikap yang baik.
Dia akan menari dengan buruk untuk membuat orang tertawa.
Saya mencoba mengajarinya cara menari karena dia suka musik Latin, tetapi saya tidak bisa karena dia terlalu tinggi untuk saya.." Papar Tunstrom.

Tetapi seperti banyak orang Amerika lainnya, Floyd kehilangan pekerjaannya di industri jasa ketika pandemi coronavirus melanda dan perintah untuk tinggal di rumah dikeluarkan.

Lalu tibalah Senin (25/5) malam yang naas saat dia ditahan empat petugas kepolisian Minneapolis Derek Chavin, Tou Thao, Tomas Lane, dan J Alexander Kueng dengan tuduhan akan memanfaatkan uang palsu senilai USD 20.

Video penangkapan Floyd yang beredar luas beberapa hari setelah kejadian memperlihatkan bagaimana Chavin menekankan lututnya ke leher lelaki malang yang sudah terkapar di tanah dan tersengal-sengal mohon ampun sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir di tempat kejadian perkara.

Kematian tragis Floyd memicu gelombang aksi protes bukan hanya di Minneapolis, tapi juga di kota-kota lain termasuk Memphis dan Los Angeles.
Keempat polisi yang terlibat sudah dipecat dan tengah bersiap untuk menghadapi tuntutan pengadilan.

Sementara Jaksa Wilayah Hennepin Mike Freeman mengatakan Chauvin telah ditahan dan menghadapi tuduhan pembunuhan tingkat tiga dengan kemungkinan ada tuduhan tambahan lainnya, begitu pula ketiga rekannya yang terlibat harus bersiap menerima dakwaan terkait tindak kriminal tersebut.

Kondisi pandemi saat ini memang telah memupuk stres dan depresi pada berbagai kalangan, namun para penegak hukum terutama polisi seyogyanya melakukan upaya ekstra untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak membuat mereka lalai dalam mematuhi standar penangkapan tersangka.

Kasus George Floyd menggugah rasa keadilan banyak pihak, terlepas benat-tidaknya tuduhan yang dialamatkan padanya, karena para polisi telah bertindak melampaui batas kewenangan mereka serta mencederai rasa kemanusiaan.
Menganiaya seseorang yang jelas-jelas sudah tidak berdaya sampai tewas, bukanlah perbuatan yang pantas ditolerir.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru