99judiqq
99judiaa - Facebook pernah menjadi bulan-bulanan banyak pihak beberapa tahun lalu terkait terjadinya penyalahgunaan data pengguna jejaring sosial terbesar di dunia itu oleh sebuah perusahaan riset Cambridge Analytica untuk kepentingan kampanye pilpres Amerika Serikat (AS) medio 2016 yang lalu.
Sang CEO facebook, Mark Zuckerberg, sampai-sampai harus dipanggil Kongres dan Senat AS untuk memberikan keterangan menyangkut skandal besar tersebut.
Facebook pun kemudian menjadi sasaran hujatan dan tudingan perihal sistem keamanan datanya yang dianggap lemah.
Buntut dari kejadian itu jumlah pengguna facebook pun sempat mengalami penurunan, saham facebook jeblok, keharusan membayar denda hingga Rp 70 triliun, dan yang terparah adalah tercorengnya image sistem keamanan data yang dimiliki facebook.
Beberapa tahun setelah skandal itu ramai dibicarakan publik pada tahun 2018, Zuckerberg tak kenal lelah meyakinkan semua pihak bahwa platform besutannya sudah memperbaiki setiap celah kekurangan yang dulu pernah ada.
Namun sebanyak itu pula ia dan timnya terus diserang keraguan demi keraguan.
Pilpres AS 2016 adalah periode muram dalam sejarah facebook.
Memasuki tahun 2020 dengan segala dinamika yang menyelimutinya, pandemi COVID-19, tensi panas AS China, hingga tingginya tensi menjelang pemungutan suara pilpres November 2020 mendatang, Mark Zuckerber mencoba untuk membuat facebook membayar kesalahannya di masa lalu.
Facebook ingin membayar lunas penilaian negatif yang menyelimuti mereka selama ini dengan menyatakan diri berperan lebih aktif dalam menyukseskan pilpres AS pada bulan November 2020 mendatang.
Facebook akan meluncurkan Pusat Informasi Voting yang terkait dengan aktivitas pemilihan umum mulai dari tata cara mendaftar, cara memilih, hingga update informasi terkini mengenai perkembangan situasi sebelum ataupun selama pemilihan melalui platform facebook, Instagram, hingga Messenger.
Menurut survei yang dilakukan facebook, mayoritas warga AS mengatakan butuh informasi lebih terkait pemilihan yang akan dilakukan pada bulan November itu.
Hal ini wajar mengingat selama beberapa bulan terakhir penduduk AS dan juga pemerintahnya lebih terpaku pada penanganan pandemi COVID-19 yang terjadi disana sehingga membuat banyak orang miskin informasi terkait pelaksanaan pemilu.
Menurut facebook, fitur baru ini adalah solusinya.
Namun itu belum cukup.
Yang paling penting adalah terkait bagaimana cara facebook untuk memperbaiki kembali namanya yang sempat tercoreng akibat skandal tahun 2016 yang lalu itu.
Oleh karena itu melalui sang CEO, facebook akan memberi keleluasaan kepada para penggunanya untuk membatasi iklan politik di laman pribadi mereka masing-masing.
Mereka bisa menentukan untuk melihat iklan politik lebih sedikit atau tidak.
Kebijakan yang diambil oleh facebook ini bisa dibilang sebagai efek meningkatnya pengawasan terhadap peran media sosial dalam mempengaruhi pemilihan.
Skandal Cambridge Analytica memang memberikan dampak yang luar biasa dalam pengelolaan media sosial khususnya di masa-masa sensitif seperti pilpres.
Hal ini tentusaja akan memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pemilihan umum yang terjadi di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, pengguna aplikasi facebook dan "saudara-saudaranya" seperti instagram ataupun messenger di Indonesia termasuk yang paling besar di dunia.
Berkampanye menggunakan medsos merupakan salah satu cara paling ampuh untuk merengkuh minat calon pemilih.
Apalagi untuk calon pemilih kalangan milenial dan setelahnya.
Semakin sering para pengguna medos itu "terpapar" informasi kampanye calon tertentu maka hal itu akan sangat memungkinkan kesuksesan pencalonannya.
Seiring dengan adanya fitur baru yang memungkinkan pembatasan kampanye politik di laman pengguna facebook, hal itu tentu menuntut cara yang lebih kreatif untuk melakukan kampanye.
Meski demokrasi kita belum bisa dibilang sedinamis AS, tapi dalam banyak hal kita memang memiliki kecenderungan untuk menjadi seperti mereka.
Termasuk dalam pemanfaatan media sosial.
Apabila fitur ini sudah dipastikan aktif di Indonesia, maka pemilihan kepala daerah serentak yang rencananya akan tetap diupayakan terlaksana tahun 2020 ini perlu melakukan beberapa penyesuaian.
Khususnya mereka yang terlibat langsung dalam pesta demokrasi daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar