Menghadapi Musim Kemarau

Menghadapi Musim Kemarau
99judiqq

99judiqq - Saat ini musim pancaroba sudah mulai melanda sebagian wilayah Indonesia yang ditandai dengan sudah berkurangnya hujan dan suhu mulai memanas.
Peralihan musim hujan ke musim panas atau kemarau mengharuskan kita melakukan berbagai antisipasi agar kemarau tahun ini tidak menjadi mala petaka.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, fenomena musim kemarau akan diikuti dengan aktivitas pembakaran lahan dan hutan (karhutla) sehingga berdampak kepada polusi udara yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat.

Jika tindakan pembakaran hutan dan lahan baik disengaja maupun tidak disengaja dilakukan secara masif dan sistematis akan menimbulkan sejumlah masalah baru, seperti gangguan kesehatan dan pencemaran udara di mana-mana.
Hal ini, mesti diwaspadai dan diantisipasi sedini mungkin agar efek bahaya karhutla tidak menjadi masalah baru yang merepotkan semua  pihak.

Warga semuanya, terutama yang tinggal dan berada di sekitar wilayah hutan dan lahan terbuka hendaknya tidak melakukan pembukaan lahan dan hutan dengan cara membakarnya.
Potensi terjadinya kebaran hutan dan lahan sangat besar terjadi dengan situasi suhu dan cuaca yang panas.
Api dengan mudah membakar semua material, seperti rumput dan ranting yang kering.

Berbagai titik api sudah mulai dipantau sedini mungkin agar antisipasi terhadap munculnya sumber-sumber pemicu kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah.

Sebagian wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau seperti yang diprediksi oleh BMKG sebelumnya.
Untuk itu, BMKG perlu menyampaikan beberapa poin penting terkait perkembangan musim kemarau di tahun 2020 ini.

Analisis BMKG hingga 20 Juni 2020 menunjukkan bahwa 51,2% wilayah Indonesia telah mengalami musim kemarau sedangkan sisanya masih mengalami musim hujan.
Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir timur Aceh, bagian barat Sumatra Utara, pantai timur Riau -Jambi, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur, sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat bagian selatan, Pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Pulau Buru dan Papua Barat bagian timur.

Musim kemarau ditandai oleh berkurangnya hari hujan dan rendahnya jumlah curah hujan yang terukur di permukaan.
Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jawa Timur telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut (deret hari kering) berkisar antara 20 - 60 hari.
Sedangkan Sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian Utara telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 10 - 30 hari.
Umumnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada pertengahan Juni 2020 berada pada kriteria "rendah" (0 - 50 mm/dasarian).
Curah hujan kriteria "menengah" (50-150 mm/dasarian) terjadi di Aceh bagian selatan, Riau, Lampung bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, Kalimantan Barat bagian barat laut, dan Maluku Utara.
Curah hujan kategori "tinggi" (>150 mm/dasarian) terjadi di Sulawesi Tengah bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Pulau Seram bagian barat, Papua Barat bagian barat dan Papua bagian tengah khususnya di sekitar Timika.
Dibandingkan dengan curah hujan normalnya (rata-rata iklim 1981-2010) pada bulan Juni, 50% dari wilayah-wilayah tersebut menunjukkan kondisi Atas Normal (lebih basah dari biasanya).
Sedangkan 30% wilayah yang lebih kering (Bawah Normal) terjadi di Sumatra Utara bag tengah, Jawa Barat bag tengah, Jawa Tengah bag tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah bag utara, Papua Barat bag timur, Jayapura dan Papua bag utara dan tengah.
Prediksi curah hujan pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2020 umumnya akan berada pada kisaran kriteria rendah (0 - 50 mm/dasarian) hingga menengah (50 - 150 mm/dasarian) di sebagian besar wilayah.
Potensi curah hujan rendah (<50 mm) diprakirakan dapat terjadi di Sumatera khusunya di Riau dengan peluang >70%.
Sementara itu, potensi curah hujan rendah di Jawa (kecuali Banten), Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan bagian selatan dan Papua bagian selatan di sekitar Merauke memiliki peluang > 90%.
Hasil monitoring indikator anomali iklim Samudera Pasifik yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral (fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5C dari rata rata normal klimatologisnya).
Sebagian besar Lembaga Meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah.
Kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin -0,5 s.d -1,0C dari normal klimatologisnya.
Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.

Sementara itu monitoring anomali iklim Samudera Hindia menunjukkan beda suhu muka laut Perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatera sebagai indikator Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni.
Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020.

Monitoring terhadap kondisi suhu muka laut perairan Indonesia menunjukkan kondisi normal, dengan kisaran anomali suhu muka laut antara -0.5 s/d +2C.
Suhu muka laut yang hangat (anomali positif) terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda dan perairan utara Papua.

Dari berbagai kondisi tersebut diperkirakan akan menjadikan musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia akan cenderung basah, namun perlu tetap diwaspadai adanya potensi kekeringan di 30% wilayah Zona Musim (ZOM), yaitu di Aceh bagian utara, tengah dan selatan, Sumatera Utara bagian selatan, Riau bagian utara, Lampung bagian utara dan timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, DIY bagian timur, sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan dan timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur bagian timur dan selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan selatan.

Berdasarkan perkembangan musim kemarau dan prospek curah hujan 6 bulan mendatang, serta tidak adanya ancaman potensi anomali iklim global yang signifikan, para mitra kerja BMKG dan juga masyarakat umum secara luas hendaknya dapat memanfaatkan informasi iklim ini untuk kewaspadaan, ataupun untuk perencanaan jangka pendek.

Untuk daerah yang masih mendapatkan curah hujan tinggi perlu mewaspadai potensi perkembangan nyamuk pembawa penyakit demam berdarah.
Untuk daerah-daerah yang yang telah memasuki musim kemarau dengan deret hari kering yang cukup panjang, serta diprediksi dalam 2 hingga 4 bulan kedepan menerima hujan dengan intensitas rendah, perlu melakukan langkah mitigasi antara lain: budi daya pertanian yang tidak mebutuhkan banyak air, melakukan gerakan hemat penggunaan air bersih, dan mewaspadai kebakaran hutan, lahan dan semak.

Mari menghadapi kemarau 2020 dalam situasi yang masih tak menentu karena pandemi covid-19 dengan kenormalan baru sehingga kita semua akan menjadi bangsa yang kuat dan maju pada masa depan.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Arsip Blog

Postingan Terbaru