99judiqq
99judiqq - Dua tim asal Kota Milan, Internazionale Milan dan AC Milan, sejatinya sudah layak disebut sebagai 'saudara karib'.
Bukan sekadar tim tetangga.
Sebab, bukan hanya tinggal di satu kota, kedua tim juga bermain di tempat yang sama.
Meski pusat latihannya berbeda, tetapi 'taman bermain' mereka sama, yakni Stadion Giuseppe Meazza di kawasan San Siro.
Bandingkan dengan tim-tim asal Inggris atau Spanyol.
Ada banyak tim yang meski berada di satu kota, tetapi mereka memiliki tempat bermain yang berbeda.
Punya 'rumah' sendiri-sendiri.
Bahkan, Liverpool dan Everton yang berada di wilayah Merseyside Inggris, punya stadion masing-masing yang jaraknya hanya 'sepelemparan batu' bila dilihat dari udara.
Toh, meski sekota dan bermain di tempat sama, Inter Milan dan AC Milan punya riwayat tidak akrab.
Gengsi sebagai 'penguasa' kota alias dianggap tim terbaik di Kota Milan, membuat pemain-pemain kedua tim seringkali terlibat rivalitas panas.
Tahun 2003 silam, ketika AC Milan menyingkirkan Inter Milan di semifinal Liga Champions, suporter Inter ngamuk di stadion. Ketika laga leg II saat Inter jadi tuan rumah, mereka 'membakar' kembang api di tribun sehingga lapangan diselimuti asap tebal.
Perseteruan mereka juga sempat memanas di tahun 2007 silam.
Kala itu, Inter Milan memenangi Scudetto (juara Liga Serie A Italia).
Sementara Milan memastikan tampil di final Liga Champions.
Nah, jelang Milan menghadapi Liverpool di final, Presiden Inter Massimo Moratti, pelatih Roberto Mancini dan kapten Javier Zanetti kompak menyebut mereka tidak akan mendukung Milan.
Alasannya, mereka tidak ingin perayaan Scudetto Inter, "dirusak" oleh selebrasi Milan bila juara Eropa.
Mereka ingin di Kota Milan hanya ada satu tim yang merayakan gelar, yakni Inter.
Komentar itulah yang membuat pemain-pemain Milan kesal.
Yang terjadi, Milan juara Eropa usai mengalahkan Liverpool 2-1.
Nah, ketika melakukan parade juara, gelandang Milan, Massimo Ambrosini lantas membentangkan banner bertuliskan "stick your Scudetto" untuk menyindir Inter Milan.
Meski, Ambrosini kemudian meminta maaf.
Dia lantas berujar bila semua Milanisti sebutan pendukung Milan, sebenarnya memiliki teman Interisti, begitu juga sebaliknya.
Persaingan mereka hanya terjadi di lapangan.
Itu cerita masa lalu.
Cerita sekarang, rivalitas kedua tim tetap tidak berubah.
Tetap panas.
Bila meminjam kutipan umum di sepak bola, kedua tim mungkin berprinsip: "tidak masalah dari tim lain, asal jangan dari Inter Milan" begitu juga sebaliknya "biarlah kalah dari tim lain, asal jangan kalah dari AC Milan.
Yang terjadi di musim ini, Inter Milan berhasil mengalahkan AC Milan dua kali dalam dua pertemuan home and away musim ini.
Inter menang 4-2 di pertemuan pertama dan kembali menang 2-0 di pertemuan kedua.
Inter Milan membantu Milan lolos ke Liga Europa
Namun, ada yang menarik dari relasi Inter dan Milan di Liga Serie A Italia musim 2019/20 ini.
Bahwa, Inter Milan yang sudah memastikan lolos ke Liga Champions, memberi 'bantuan' kepada AC Milan untuk meraih tiket tampil ke kompetisi Eropa.
Lho, bukankah Milan kini tampil ganas, mengapa dibantu Inter Milan?
Benar, Milan memang tampil ganas sejak Liga Italia kembali dilanjutkan pada 23 Juni lalu usai dihentikan tiga bulan akibat pandemi.
Dari 11 penampilan, Milan tidak pernah kalah.
I'rossoneri menang 8 kali dan imbang 3 kali.
Hebatnya, beberapa kemenangan itu diraih dari tim-tim kelas berat.
Seperti kemenangan 2-0 atas AS Roma (28/6), 3-0 atas tuan rumah Lazio (5/7) dan mengalahkan Juventus 4-2 setelah tertinggal dua gol (8/7).
Sayangnya, Milan harus merasakan dampak dari penampilan labil mereka sebelum masa pandemi lalu.
Mereka memang sempat tampil labil di awal musim.
Bayangkan, tim sekelas Milan, pernah dibantai Atalanta 5-0 pada 22 Desember 2019 lalu.
Lalu, pada 9 Februari lalu, Milan juga kalah telak 2-4 dari Inter Milan di laga derby.
Milan malah kalah dua kali dari Inter di musim ini.
Belum lagi kekalahan dari tim 'kecil' seperti Torino dan Udinese.
Ya, dampak dari penampilan labil di periode awal kompetisi, peluang mereka untuk lolos ke Liga Champions tertutup.
Bahkan, untuk lolos langsung ke Europa League--kompetisi kelas II di Eropa--pun terbilang sulit.
Di klasemen, Milan harus bersaing dengan AS Roma dan Napoli yang juga memburu tiket ke Europa League.
Dengan Napoli sudah lolos karena menjadi juara Coppa Italia, maka rival tinggal AS Roma.
Hingga pertengahan Juli lalu, keduanya unggul tipis dari Milan dalam perolehan poin di klasemen. Artinya, kalaupun Milan menang terus hingga akhir kompetisi, tetapi bila Roma dan Napoli juga bisa menang terus, maka Milan sulit lolos langsung ke kompetisi Eropa.
Bilapun lolos, mereka akan melakoni babak kualifikasi.
Ternyata, di tiga pertandingan terakhir, 'bantuan' datang dari tim-tim lain.
Pada 23 Juli lalu, di luar dugaan, Napoli yang kini dilatih mantan legenda Milan, Gennaro Gattuso dan menjadi pesaing utama Milan, ternyata kalah 2-1 dari Parma.
Sementara Milan mengalahkan Sassuolo 2-1.
Hasil itu membuat Milan yang sebelumnya punya poin sama dengan Napoli (56 poin), berbalik unggul dengan 59 poin. Tapi, tiga hari kemudian, Milan hanya bermain 1-1 melawan Atalanta, sementara Napoli menang 2-0 atas Sassuolo.
Poin di klasemen pun berubah menjadi, Milan 60 poin dan Napoli 59 poin.
Milan di posisi 6, Napoli di peringkat 7.
Sementara AS Roma (64 poin).
Yang terjadi kemudian, Inter Milan ternyata memberi 'bantuan' untuk Milan agar 'aman' di peringkat 6.
Inter mengalahkan Napoli 2-0 pada Selasa (29/7).
Dan, keesokan harinya, Milan menang telak, 4-1 atas tuan rumah Sampdoria.
Kemenangan Inter Milan dan hasil bagus Milan di markas Sampdoria itu membuat Milan lolos ke kompetisi Eropa.
Dengan Liga Italia hanya menyisakan satu laga, Milan (63 poin) unggul dari Napoli (59 poin).
Laga terakhir menjamu Cagliari hanya menjadi 'formalitas' bagi Milan.
Milan masih merindu Liga Champions
Meski lolos ke Europa League, tetapi Milan sejatinya bisa dibilang gagal.
Sebab, merujuk pada nama besar dan pencapaian mereka di kompetisi Eropa, rumah Milan bukanlah di Europa League.
Rumah Milan adalah di Liga Champions.
Lha wong mereka adalah tim Italia dengan trofi terbanyak di Liga Champions Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, Milan gagal finish di empat besar sebagai syarat lolos ke Liga Champions.
Milan kali terakhir lolos ke Liga Champions musim 2012/13 ketika finish di peringkat 3 di bawah Juventus dan Napoli.
Artinya, musim depan akan menjadi tahun ke delapan, Milan hanya menjadi penonton Liga Champions.
Memang ironis.
Milan, tim Italia yang paling sukses di Liga Champions, tim pengoleksi 7 gelar Liga Champions, ternyata kesulitan untuk sekadar meraih tiket tampil ke Liga Champions musim depan.
Tapi itulah yang terjadi kini.
Milanisti dimanapun berada, merindu menunggu kapan Milan bisa kembali tampil di Liga Champions.
Mereka hanya bisa cemburu melihat Inter Milan justru seperti mudah saja lolos ke Liga Champions.
Namun, dengan penampilan Milan di 11 laga terakhir, dengan manajemen Milan akhirnya memberi kesempatan kepada Stefano Pioli untuk tetap melatih Milan di musim depan, harapan untuk kembali ke Liga Champions itu ada.
Apalagi, kabar terbaru yang dilansir dari Football Italia, beberapa pemain top akan dipertahankan.
Salah satunya Zlatan Ibrahimovic yang meski usianya kini sudah 38 tahun tetapi mampu membuat 9 gol.
Ya, menarik ditunggu bagaimana penampilan Milan di Liga Italia musim 2020/21 nanti.
Utamanya kolaborasi Franck Kessie, Hakan Calhanoglu, Ante Rebic, dan Ibrahimovic yang tampil ganas di akhir musim ini.
Andai mereka bisa mengawali musim depan dengan penampilan seperti sekarang, Milan punya peluang besar untuk lolos ke Liga Champions.
Bahkan, bersaing di jalur juara. Salam.