99judiqq
99judiqq - Beberapa hari terakhir linimasa media sosial dan pemberitaan disesaki kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah.
Dari isu-isu politik ikut tergelitik, digelayuti tanda tanya, ada apa di balik ini semua?
Sudah bukan rahasia, bahwa salah satu kabar yang cukup mendapatkan perhatian adalah keputusan Adian Napitupulu menggebrak dan langsung menyorot kementerian BUMN yang dipimpin oleh Erick Thohir.
Tak berhenti di situ, menyahuti reaksi Adian, Presiden Jokowi pun memanggil aktivis 98 tersebut untuk bertemu muka secara khusus.
Gerak cepat Presiden Jokowi memanggil Adian cukup menjadi isyarat bahwa sosok aktivis ini masih sangat diperhitungkan oleh orang nomor satu di Indonesia tersebut.
Sebab, jauh-jauh hari memang Adian sendiri sudah terkenal luas sebagai figur yang tidak kenal tedeng aling-aling.
Ia bisa dipastikan bukanlah sosok yang haus dengan kekuasaan atau jabatan.
Bahkan saat berbagai media gencar mengabarkan bahwa Adian berpotensi menjadi salah satu menteri yang akan membantu Jokowi, tanpa menunggu lama ia langsung memberikan penegasan bahwa ia menolak menjadi menteri.
Tampaknya ini juga tidak lepas dari riwayat dan latar belakang Adian yang sejak dulu memasang jarak dengan kekuasaan.
Maka itu, terlepas ia sendiri bisa dibilang sebagai "orang dalam" di lingkaran kekuasaan, namun Adian masih memosisikan diri sebagai orang yang tetap kritis.
Terbukti, saat ia mencium gelagat mulai ada yang tidak beres, ia langsung bersuara dan tidak peduli orang-orang akan menudingnya seperti apa.
Karakter kuatnya ini memang tidak lepas dari integritasnya yang sudah diakui oleh kawan dan lawan di dunia politik yang digelutinya.
Maka itu, tidak mengherankan jika setelah mendengar Adian bersuara, Presiden Jokowi langsung memanggilnya.
Bahkan tak lama setelahnya, Presiden Jokowi pun secara terbuka mengarahkan kritikan kerasnya terhadap beberapa pembantunya.
Di tengah itu, muncul pula tagar-tagar seperti #ErickOut yang terbilang masif digerakkan di media sosial semacam Twitter.
Artinya ada titik temu antara kemarahan Presiden Jokowi dengan nama-nama menteri yang dipandang bermasalah oleh publik.
Terkait tagar #ErickOut sendiri, ini lahir murni dari kalangan pendukung Jokowi dan masih memiliki harapan bahwa pemerintahan periode keduanya bisa berjalan mulus menghadapi situasi sulit, termasuk berbagai masalah di tengah pandemi Covid-19.
Bisa juga diterjemahkan bahwa tagar tersebut muncul karena masih banyak pendukung Presiden Jokowi ingin memastikan bahwa menteri-menteri yang dinilai bermasalah agar segera "dituntaskan" alias di-reshuffle.
Apalagi dalam video Presiden Jokowi marah, juga terdengar kalimat tegas dari RI-1 ini bahwa ia takkan segan-segan untuk melakukan reshuffle.
Tentu saja, orang seperti Adian bisa dibilang tidak ada kepentingan dengan reshuffle ini, karena ia pribadi tak punya ambisi menjadi menteri.
Baik kawan atau lawan politiknya bisa dipastikan takkan menyangsikan ketegasan sikap Adian ini.
Apalagi ada tudingan-tudingan yang menyebut bahwa tagar semacam #ErickOut ini muncul lantaran ada kalangan yang berburu posisi sebagai komisaris.
Ini rasanya sangat tidak mendasar, mengingat Adian sendiri untuk menjadi menteri saja tidak punya ambisi, apalagi sekadar untuk meraih posisi komisaris.
Terlebih lagi saat ini jika ia mau "bermain" dengan posisinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), tentu saja leluasa ia bermain.
Namun kredibilitas dan integritasnya selama ini hampir bisa dipastikan, ia takkan menceburkan diri dalam kubangan kotor semacam itu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gebrakan sekaligus kritikan tajam Adian itu adalah ekspresi dari panggilan tanggung jawabnya sebagai aktivis, sebagai wakil rakyat, dan juga sebagai sosok berpengaruh dalam mengantarkan Jokowi ke kursi kekuasaannya di periode keduanya.
Ada hal janggal di tengah perdebatan seputar isu yang berhubungan dengan tagar #ErickOut adalah kehadiran Andre Rosiade yang mati-matian memberikan pembelaan terhadap Erick Thohir.
Andre terbilang sebagai pemantik isu bahwa Adian bersuara karena kawan-kawannya tidak mendapatkan tempat di posisi komisaris BUMN.
Itu juga dikabarkan melalui berita bertajuk Andre Rosiade Bentengi Erick Thohir dari Kritik Adian Napitupulu.
Sementara Andre sendiri sudah jamak diketahui sebagai sosok yang keukeuh dengan paham bahwa tidak ada yang benar dari sosok Jokowi.
Terlepas bahwa Prabowo Subianto sebagai "majikan" Andre sendiri berada di pemerintahan, namun Andre sendiri selama ini bersikukuh tetap berjarak dengan kekuasaan.
Makanya, bagi sebagian pendukung Jokowi, dukungan figur-figur seperti Andre terhadap Erick Thohir, ditambah tudingan menjurus ke fitnah dialamatkan kepada Adian Napitupulu, justru semakin menunjukkan gelagat adanya masalah serius pada sosok Erick Thohir.
Belum lagi karena dalam beberapa hal, Erick Thohir pun terlihat bak pesepak bola yang terlalu banyak melakukan solo run, dan ingin menonjol sendiri.
Tidak heran di tengah pemandangan itu, muncul selentingan bahwa Erick Thohir lebih terfokus untuk kontestasi 2024 alih-alih fokus membantu pemerintahan Jokowi.
Apalagi jika digali lebih jauh, salah satu tokoh di balik deklarasi Erick Thohir for President, justru mendapatkan posisi sebagai komisaris di bawah BUMN.
Ini memang menjadi salah satu sorotan serius dari Adian.
Sebab pemandangan ini terkesan semakin mempertegas bahwa Erick bermain dua kaki, satu kaki menjalankan peran sebagai seorang menteri, satu kaki lagi untuk mempersiapkan diri sebagai calon presiden di kontestasi mendatang.
Belum lagi adanya fakta-fakta yang juga sempat dikeluarkan oleh Adian, seperti keberadaan beberapa pensiunan yang mengisi posisi komisaris.
Alih-alih mendukung jalannya pemerintahan, keberadaan beberapa pensiunan itu justru lebih tercium sebagai bekal Erick untuk kepentingan politik.
Tak berhenti di situ, selentingan seputar dana talangan pun menjadi sebuah tanda tanya yang menuai sorotan banyak pihak.
Pasalnya dana itu mencapai jumlah tidak kecil, karena tercatat sampai Rp152 triliun.
Disusul lagi dengan persoalan Garuda Indonesia yang mencapai Rp8,5 triliun.
Sementara di sisi lain, berdasarkan ketentuan, dana talangan itu sendiri sama sekali tidak ada dalam Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Negara.
Adanya istilah semacam penyertaan modal negara (PMN), itu pun hanya dapat dilakukan ketika perusahaan-perusahaan BUMN dipastikan pailit.
Jadi, di tengah situasi ini, berikut berbagai gonjang-ganjing yang bermunculan, rasanya kita sebagai masyarakat biasanya hanya dapat berharap agar kritikan Adian dapat dilihat secara positif.
Paling tidak, agar kementerian terkait dapat berbenah.
Atau, bisa jadi juga, jika memang sudah terlalu sarat dengan masalah, Presiden Jokowi bisa mengambil keputusan tepat antara mempertahankan atau mendepak menteri yang dinilai sebagai pembawa masalah.
Yang jelas, bola di tangan Presiden Jokowi.
Sementara publik, termasuk kita sebagai masyarakat biasa, terlepas berada di kubu pendukung pemerintahan atau tidak, dapat mengamati dengan serius silang sengkarut tersebut.
Sebab pada akhirnya, keputusan elite akan berdampak terhadap kita semua tak peduli Anda pendukung pemerintah atau bukan.